Award Winners

Amerika Masih Menjadi Negara Terbesar Ekspor Kopi dari Aceh

Amerika Masih Menjadi Negara Terbesar Ekspor Kopi dari Aceh
Foto: Ilustrasi Kopi Gayo, Aceh.   Harian Reportase
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, Harian Reportase — Amerika Serikat (AS) masih manjadi negara tujuan terbesar ekspor kopi dari Aceh, hal itu disampaikan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Aceh, Achris Sarwani, Minggu (5/9/2021) saat dimintai informasinya oleh Serambi terkait tujuan ekspor kopi dari Aceh.

“Sejak Januari-Juli 2021, volume ekspor kopi dari Aceh ke Amerika sudah mencapai 6.338 ton atau 58,19 persen dari 10.893 ton, total biji kopi dari Aceh yang sudah diekspor ke luar negeri,” kata Achris Sarwani

Achris Sarwani menyebutkan, kenapa Amerika suka dengan biji kopi dari Aceh, terutama dari kopi Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah, karena rasa kopinya gurih, enak dan sedap, sehingga para importir kopi, banyak mengimpor kopi dari Aceh.

Selain negara Amerika, kata Achris Sarwani, masih ada dua negara lagi yang tergolong banyak mengimpor kopi dari Aceh, yaitu Belgia sebesar 9,81 persen dan Kanada sebesar 4,41 persen. Sisanya beberapa negara lain di benua Asia dan Eropa.

Total volume ekspor kopi Aceh pada tahun 2021 ini, dari Januari-Juli baru sebanyak 10.893,8 ton, dengan nilai ekspor 43,8 juta dolar AS atau senilai Rp 613,9 miliar.

Volume ekspor biji kopi dari Aceh, pada tahun ini masih tergolong rendah, karena pada tahun 2019 lalu volumenya mencapai 20.113 ton dan tahun 2020 sebanyak 18.107 ton.

Kepala Perwakilan BI Aceh itu mengatakan, volume ekspor biji kopi dari Aceh, masih bisa naik dan terus akan bertambah sampai akhir tahun nanti.

Alasannya, pangsa pasar kopi Aceh di luar negeri masih terbuka lebar. Harga biji kopi yang sudah diolah dari Aceh juga tergolong tinggi sekitar Rp 130.000/Kg-160.000/Kg.

Baca Juga:  Mengurai Inspirasi Pahlawan Bangsa

Pada tahun 2020 lalu dan tahun 2021 ini, volume ekspor kopi menurun, karena pengaruh pandemi covid 19.

Semua negara di dunia ini, mengalami hal yang sama seperti Indonesia, akibat dampak wabah pandemi covid 19, kegiatan berbagaia jenis usaha di belahan dunia ini dibatasi, untuk menekan penyebaran covid 19. Sehingga berdampak negative terhadap kegiatan ekspor, termasuk kopi.

Negara di Amerika, Eropa dan Cina, duluan kena penyeberan covid 19, cepat ditangani, maka cepat selesai.

Sementara kita karena jumlah penduduknya banyak dan wilayahnya menyebar, masa penanganannya menjadi lebih panjang.

Tapi secara nasional, kasus covid 19 nya juga sudah menurun.

Kondisi kasus covid 19 yang sudah mulai menurun di sejumlah daerah ini, menurut Achris Sarwani, harus kita jadikan momen gerakan untuk bangkit bersemangat kembali, mengejar ketertinggalan produktivitas di berbagai bidang selama pandemi covid 19, termasuk bidang produksi perkebunan, seperti kopi.

Misalnya untuk tanaman kopi, kata Achris Sarwani, perlu dilakukan kegiatan rehabiitasi atau pemangkasan tanaman kopi, penyediaan bibit unggul, pengembangan tanaman baru dan peremajaan tanaman kopi arabika dan kopi robustas yang sudah tua kepada tanaman muda yang unggul dan berkualitas.

Selanjutnya melakukan penyaluran bibit unggul terbaru yang tahan hama dengan tingkat produtivitas buah yang tinggi.

Program tersebut, kata Achris Sarwani, sangat penting dilakukan petani, pihak swasta bersama dinas tehnis, untuk menjaga produktivitas biji kopi tetap tinggi, untuk pemenuhan permintaan volume impor kopi dari pembeli di luar negeri.

Baca Juga:  5 Perbedaan Antara e-KTP dengan IKD, Berikut Rinciannya

Karena, bila kita tidak melakukan empat program di atas tadi, sewaktu-waktu, permintaan eskpor kopi dunia melonjak di luar negeri, sementara produktivitas biji kopi sedang menurun, karena tanaman kopi yang sudah tua tidak diremajakan kembali.

“Pembeli kopi kita di luar negeri, akan mengalihkan pembelian kopinya ke daerah lain atau negara lain, yang mampu memenuhi kuota permintaan kopi robusta dan arabika,” ujarnya.

Ancaman tersebut, kata Achris Sarwani, perlu menjadi perhatian khusus para petani, pihak swasta dan dinas teknis, untuk mengatasinya dari sekarang secara berkelanjutan.

“Tujuannya, agar produksi kopi Aceh, tetap tinggi dan mendapat pangsa pasar yang luas di luar negeri, bukan hanya karena mampu memenuhi kuota permintaan importir kopi di luar negeri, tapi juga karena kualitas kopinya baik dan tinggi, serta rasa kopinya khas dan banyak disukai konsumen kopi di luar negeri,” ujar Achris Sarwani.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Ir Cut Huzaimah MP yang dimintai tanggapannya terhadap saran yang disampaikan Kepala Perwakilan BI Aceh, Achris Sarwani perlunya peremajaan tanaman kopi, ia mengatakan program peremajaan tanaman kopi, rehabilitasi, pemangkasan tanaman kopi dan penyaluran bibit kopi unggul, untuk peningkatan produktivitas biiji kopi, hampir setiap tahun dilakukan.

Baik melalui program yang dibuat Distanbun Aceh maupun Distanbun Kabupaten/Kota, yang memiliki areal tanaman kopi yang cukup luas di daerahnya, seperti Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Baca Juga:  Suami Istri Kompak Raih Guru Besar Bareng di UNESA, Begini Kisahnya

Luas areal tanaman kopi robusta di Aceh saat ini 22.471 hektar dengan jumlah produksi 6.821 ton/tahun dan jumlah petani 24.726 KK .

Kopi rabika lebih luas lagi mencapai 102.860 hektar dengan jumlah produksi 65.65.831 ton dan jumlah petani 79.872 KK.

Areal terluas tanaman kopi di Aceh ada di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Untuk kopi arabika, tanaman menghasilkannya sementara ini mencapai areal seluas 81.443 hektar dan kopi robusta seluas 11.192 hektare.

Kasi Produksi Perkebunan Distanbun Aceh Nurlela yang dikonfirmasi terkait kegiatan rehabilitasi dan peremajaan maupun pemengkasan tanaman kopi mengatakan, tiga program ini, hampir setiap tahun kegiatannya dilaksanakan melalui sumber dana APBA.

Misalnya pemangkasan tanaman kopi, sudah dilaksanakan pada bulan Juni lalu di areal tanaman kopi Aceh Tengah.

Rehabilitasi tanaman kopi, dilakukan dengan cara pemangkasan dan penyisipan tanaman kopi yang sudah kurang produktif atau mati dengan tanaman baru yang produktif.

Bantuan bibit kopinya dari Distanbun Aceh. Petani yang membutuhan bibit kopi baru, bisa mengusulkan dan akan diberikian sesuai dengan porsinya masing-masing.

Kegiatan rebilitasi dan penyaluran bibit kopi itu dilakukan, kata Nurlela, dengan maksud dan tujuan, agar tanaman kopi petani yang kurang produktif, bisa kembali berproduksi normal, dengan pemangkasan dan penyisipan tanaman muda, atas tanaman kopi yang tidak produktif atau sudah mati, sehingga produktivitas tanaman kopi petani bisa kembali normal.

“Progran ini juga bagian dari upaya Pemerintah Aceh untuk peningkatan kesejahteraan keluarga petani kopi,” ujar Nurlela. (SerambiNews)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar