Award Winners

Antara Dua Pahlawan Jelang Pemilihan

Antara Dua Pahlawan Jelang Pemilihan
M. Sanusi Madli. (Doc: Ist/Harian Reportase).  
Penulis
|
Editor

Oleh M. Sanusi Madli

Harian Reportase — Pemilihan umum (Pemilu) akan digelar sekitar dua tahun yang akan datang, yakni tahun 2024, namun sejumlah politisi sudah mulai unjuk gigi ditengah tengah masyarakat dengan beragam cara dan cerita.

Ada yang hadir dengan membawa cerita dan visi misi, ada juga yang membawa oleh oleh berupa kado sembako, kain sarung, sirup dan beragam bantuan lainnya, hal ini tidaklah salah, anggap saja rizki masyarakat ditahun politik.

Para pahlawan ini selalu muncul terutama ditahun tahun politik, maka ada yang bergumam, kalau ada musibah ditahun politik, para korban akan jauh lebih mudah mendapatkan bantuan dibandingkan dengan tahun non politik, anggapan ini tidaklah salah, karena anggapan ini lahir berdasarkan pengamatan dan pengalaman masyarakat itu sendiri.

Jelang hajatan demokrasi, banyak tokoh yang muncul kepermukaan, meskipun ada juga yang sudah lama muncul dan terus muncul, namun yang muncul secara dadakan juga tak kalah banyak, menjadi pahlawan ditengah tengah masyarakat.

Ada dua bentuk pahlawan yang sering kita saksikan ditengah tengah masyarakat, namun kadang kala mengalami akhir yang berbeda.

Al kisah, disebuah daerah, ada dua orang tokoh, yang satu politisi murni yang satu lagi orang kaya dermawan, dua sosok tokoh ini juga menggambarkan tentang bagaimana kondisi politik praktis masyarakat kita hari ini, yang semuanya mengandalkan “rizki” sementara jelang pilkada, atau pileg tanpa berfikir panjang.

Baca Juga:  18 Siswa SMAN 15 Adidarma Ikut Tasyakur Tahfiz Perdana

Tokoh politisi murni ini selalu hadir menjelang pemilu, mereka menyapa warga dan berbagi cerita serta rizki, kemudian menjelang hari pencoblosan, sang tokoh ini rela menghabiskan miliyaran rupiah untuk dibagikan kepada masyarakat dengan harapan akan dipilih nantinya, masyarakat pun menyambutnya dengan sangat antusias, dan siap menerima setiap lembaran merah dan biru dari sang politisi seraya berjanji akan mencoblosnya nanti.

Maka terjadilah transaksi, masyarakat mendapatkan uang sementara politisi mendapatkan suara, urusan selesai, politisi lega, masyarakat kembali menderita.

Bila masyarakat datang mengadu nasib, maka sang politisi dengan mudah mengatakan “ saya bukan perwakilan saudara, karena suara saudara telah saya bayar, dan saudara setuju dengan itu”, masyarakat kembali gigit jari.

Politisi tidak perlu berfikir panjang, sepanjang tahun hanya berfikir bagaimana modal bisa kembali, kemudian menyiapkan sejumlah uang untuk jalan jalan keluar negeri, kemudian menyiapkan uang untuk “transaksi” jelang pemilu berikutnya, begitu seterusnya.

Berikutnya, orang kaya yang dermawan, yang selalu hadir ditengah tengah masyarakat, senantiasa hadir disetiap rumah yang “menderita”, setiap tahun selalu memberikan bantuan kepada fakir miskin, anak yatim, paket sirup, kain sarung, paket sembako selalu dinikmati oleh masyarakat disetiap momentum lebaran, tak kenal tahun, apakah itu tahun politik ataupun bukan.

Baca Juga:  Kapolri Mutasi 30 Perwira, Termasuk Wakapolda Aceh, Ini Nama Namanya

Suatu ketika, orang kaya dermawan ini berfikir bahwa dia harus maju kepanggung politik agar dia dapat membantu masyarakat bukan hanya dari sisi sirup, kain sarung, atau paket sembako saja, namun membantu masyarakat dengan kebijakan yang memihak kepada rakyat miskin, dia ingin mengawasi setiap kebijakan agar memihak kepada rakyat bawah, nasib masyarakat harus berubah, masyarakat harus tumbuh sehat, cerdas dan sejahtera.

Menjelang pemilu, orang kaya dermawan ini merasa telah mendapatkan dukungan dari masyarakat miskin, dari masyarakat baik yang telah ia bantu setiap tahunnya maupun yang mengenalnya, sehingga ia tidak fokus pada transaksi jelang pemilu, serangan fajar tak pernah terbayangkan baginya.

Setelah pemilu dan tiba waktunya perhitungan suara, sungguh mengejutkan baginya, ternyata yang memilihnya tidak sampai 30% dari jumlah orang yang rutin iya bantu setiap tahun, betapa pilu dan menyedihkan, ternyata bantuan yang rutin iya berikan dapat dikalahkan oleh bantuan yang datang jelang waktu pencoblosan.

Baca Juga:  Kepala BNPB Tinjau Posko PPKM Gampong Lambung

Ternyata masyarakat kita sangat mudah melupakan kebaikan seseorang yang telah dilakukan bertahun tahun dengan kebaikan yang datang disaat yang tepat (jelang pencoblosan), walau hanya sekali.

Akhirnya kita tau siapa pemenang dari pertarungan ini? Siapakah yang mampu merebut suara rakyat?

Namun, kita juga menemukan kisah yang tidak seperti ini, ada juga kisah dimana ada pemenang tanpa mengeluarkan modal yang banyak, tanpa serangan fajar atau tanpa transaksi jual beli suara, tapi untuk kondisi masyarakat yang semakin apatis saat ini, sulit ditemukan, meskipun ada.

Namun kita tidak boleh lelah, masyarakat harus terus dicerdaskan, bila ada yang membayar, maka ambil uangnya tapi jangan pilih orangnya, kita selalu berharap, siapapun yang memenangkan pertarungan nantinya adalah orang orang yang benar benar berjuang untuk rakyat, benar benar mewakili rakyat diparlemen, bukan orang yang berbisnis dengan rakyatnya dan bukan orang yang hanya peduli terhadap dirinya.

Kita terus berharap agar masyarakat kita semakin cerdas, dan tidak mudah tergiur dengan rupiah, karena suara sesungguhnya tak bisa di bayar oleh berapapun, karena satu suara menentukan nasib bangsa.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar