Award Winners

Membangun Kolaborasi Interprofesional dalam Pendidikan Kesehatan di Provinsi Aceh: Menanggapi Kesenjangan dan Meningkatkan Kualitas Layanan

Membangun Kolaborasi Interprofesional dalam Pendidikan Kesehatan di Provinsi Aceh: Menanggapi Kesenjangan dan Meningkatkan Kualitas Layanan
Ns. Hayyuni Khalida, S.Kep (Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Syiah Kuala). (Dokumen: Pribadi)  
Penulis
|

Oleh: Ns. Hayyuni Khalida, S.Kep
(Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Syiah Kuala)


Tenaga kesehatan merupakan tenaga profesional yang memiliki tingkat keahlian dan pelayanan yang luas dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang berfokus pada kesehatan pasien. Pendidikan Interprofesional (IPE) dan Kolaborasi Interprofesional (IPC) merupakan konsep yang saling terkait dan memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing profesi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Sedangkan IPC terjadi ketika individu saling menghormati satu sama lain dan profesi satu sama lain serta bersedia berpartisipasi dalam suasana kooperatif.

Tenaga kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu di era seperti saat ini. Kompleksitas permasalahan pasien dan manajemen pelayanan yang melibatkan multi profesi berpotensi menimbulkan fragmentasi pelayanan yang dapat berimplikasi pada masalah kesehatan pasien oleh karenanya diperlukan kolaborasi interprofesional sebagai upaya mewujudkan asuhan pasien yang sinergis dan mutual sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang utuh dan berkesinambungan. Dalam kenyataanya pelayanan kesehatan seringkali ditemukan kejadian tumpang tindih pada tindakan pelayanan antar profesi yang diakibatkan karena kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan dalam kerjasama tim. Kurangnya komunikasi maka akan membahayakan pasien dalam memberikan pelayanan yang dapat menyebabkan pasien terjatuh dalam keadaan berbahaya, selain itu kurangnya komunikasi juga menyebabkan terlambatnya dalam pemberian pengobatan dan diagnosis terhadap pasien yang berpengaruh pada outcome pasien.

Baca Juga:  Harga BBM Kembali Naik, Berikut Daftar Harga Setiap Provinsi

Menurut World Health Organization (2010), selain meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien melalui kemudahan akses, koordinasi pelayanan dan penggunaan sumber daya manusia yang tepat, praktik kolaborasi multidisiplin juga berpotensi dalam upaya menurunkan komplikasi, lama rawatan, konflik antar pemberi layanan, kesalahan terapi bahkan angka kematian.

Provinsi Aceh, dengan latar belakangnya yang beragam, menghadapi tantangan signifikan dalam penyediaan layanan kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh penduduknya. Kesenjangan dalam akses dan kualitas layanan kesehatan menjadi masalah yang mendesak, dan satu pendekatan yang menjanjikan adalah memperkuat pendidikan interprofesional (IPE) dan kolaborasi interprofesional (IPC) dalam sektor kesehatan. Meskipun memiliki kemajuan dalam bidang kesehatan, masih menghadapi kesenjangan yang signifikan dalam akses dan kualitas layanan kesehatan. Faktor geografis dan infrastruktur yang terbatas sering kali menghambat akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang memadai. Selain itu, kurangnya sumber daya manusia terlatih dan koordinasi yang efektif di antara berbagai profesi kesehatan juga menjadi hambatan dalam meningkatkan kualitas layanan.

Baca Juga:  Pemerintah Aceh Diminta Perhatian Khusus terhadap Ponpes yang Terlibat Tindak Kekerasan dan Kasus Asusila

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni, Nova Dian Lestari, Nurjannah, Dedy Syahrizal tentang Praktik Tim dan Kerjasama Tim Antar Profesional Pemberi Asuhan dalam Implementasi Interprofessional Collaboration di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh tahun 2021. Hasil penelitian menggambarkan bahwa tim dan kerjasama tim secara interprofessional di RSUD Meuraxa belum efektif. Kegiatan visite bersama yang melibatkan keempat profesi belum pernah dilakukan. Profesi apoteker dan dietisien yang dibutuhkan dalam melakukan kolaborasi tidak cukup dari segi kuantitas. Perawat sesuai kompetensi klinis dalam melaksanakan kolaborasi belum sesuai. PPA belum memahami konsep IPC dengan baik sehingga dominansi kerjasama tim dilakukan oleh profesi dokter-perawat.

Baca Juga:  5 Provinsi Dengan Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN Terbanyak

Institusi pendidikan kesehatan di Universitas Syiah Kuala Fakultasi Magister Keperawatan telah mengintegrasikan pendekatan IPE dalam kurikulum dengan mata kuliah Pendidikan Dalam Keperawatan dan Pendidikan Interprofesional dan mahasiswa sudah mendapatkan pembelajaran khusus tentang Pendidikan Interprofesional (IPE) dan Kolaborasi Interprofesional (IPC). Selain itu, program pelatihan lanjutan dapat dikembangkan untuk para profesional kesehatan yang sudah bekerja yang berfokus pada pengembangan keterampilan kolaborasi interprofesional dalam praktik klinis sehari-hari.

Pendidikan interprofesional (IPE) dan kolaborasi interprofesional (IPC) menawarkan pendekatan yang berpotensi kuat untuk mengatasi kesenjangan dalam akses dan kualitas layanan kesehatan di Provinsi Aceh. Dengan memperkuat kerja sama antarprofesi kesehatan, membangun keterampilan kolaboratif, dan meningkatkan koordinasi dalam tim kesehatan, sehingga dapat mengarah pada sistem kesehatan yang lebih inklusif, responsif, dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, pendidikan interprofesional dan kolaborasi interprofesional merupakan fondasi penting bagi pemberian pelayanan kesehatan yang komprehensif, terintegrasi, dan berkualitas. Kesuksesan IPE dan IPC bergantung pada norma, kemampuan berkomunikasi, nilai, standar, kerja tim, serta etika antarprofesi. (HR)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar