Award Winners

Meretas Museum Perdamaian Aceh

Meretas Museum Perdamaian Aceh
  Harian Reportase
Penulis
|
Editor

Oleh Muhammad Syarif, SHI.M.H

Harian Reportase — Aceh selalu menarik dan seksi untuk dikaji dalam berbagai aspek kehidupan. Kesepakatan Helsinki yang merujuk pada kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani di Helksinki 15 Agustus 2005 layak dijadikan pijakan hari perdamaian Aceh, dan harus disyukuri serta diisi dengan aktifitas yang bermanfaat. Karnanya Institute Peradaban Aceh yang dipimpin Haekal Afifa Asyarwani termotivasi membangun Museum Perdamaian Aceh, satu langkah terobosan progresif dalam merawat sejarah dan lika-liku perjuangan Dr. Teungku Hasan Muhammad di Tiro, M.S.,MA.,Ph.D, Putra Pidie yang lahir 25 September 1925 melalang buana di Swedia yang akhirnya pulang ke Aceh dan meninggal di Banda Aceh, 3 Juni 2010. Tokoh yang sangat dicari dan ditakuti kala itu karna berjuang memerdekaan Aceh dari Indonesia.

Gerakan Politiknya membuat geger jakarta dan dunia.Lewat sentuhan tangan SBY-JK, Akhirnya GAM mau berunding dan merasakan nikmatnya perdamaian. Perlu diketahui bahwa setiap nikmat itu dapat menjadi pembuka atau penutup pintu pada nikmat lainnya. Karena untuk mengundang nikmat yang lebih besar, adalah dengan bersyukur atas nikmat yang telah ada, kita harus bersyukur ugkap Ayatullah pentolah Dayah Baital Atiq yang diamini Hafis pengawal setia Dayah Baital `Atiq.

Baca Juga:  Mengurai Inspirasi Pahlawan Bangsa

Tentunya selama 16 tahun perdamaian, Aceh telah banyak mengalami kemajuan di berbagai sektor pembangunan, baik sektor ekonomi, pendidikan, infrastruktur maupun sektor-sektor penting lainnya. Maka sangat tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa perdamaian benar-benar menjadi fondasi dalam mensukseskan pembangunan menuju Aceh yang bermartabat,. Maka sangat tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa perdamaian benar-benar menjadi fondasi dalam mensukseskan pembangunan menuju Aceh yang bermartabat.

Walaupun disadari bahwa dalam perjalanan 16 tahun damai Aceh, banyak tantangan yang dihadapi, terutama sejak dua tahun terakhir ketika pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Aceh. Perlu di garis bawahi bahwa, untuk merespons tantangan yang semakin meningkat dalam usaha menjaga perdamaian Aceh pada situasi covid-19 saat ini, maka aspek bina damai perlu menjadi bagian dalam upaya penanggulangan pandemi secara komprehensif.

Baca Juga:  Daftar Harga HP Samsung Terbaru Oktober 2022

Karenanya Gubernur Aceh berharap, pemangku kepentingan dan seluruh elemen masyarakat perlu memastikan partisipasi inklusif dalam upaya bina damai.Yang harus diprioritaskan adalah menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif untuk mendukung upaya bina damai di masa pandemi ini.

“Saya menegaskan bahwa upaya bina damai membutuhkan sinergi antara seluruh elemen dalam sistem pemerintahan. Dalam hal ini Badan Reintegrasi Aceh dan SKPA terkait lainnya harus mampu mengintegrasikan pendekatan yang terbaik terhadap permasalahan yang terjadi dalam upaya penanganan pandemi di masa damai,” kata Iskandar saat merayakan Milad ke-16 Tahun Perdamaian Aceh, 15 Agustus 2021 yang berlangsung sederhana dan bersahaja.

Disisi lain, tambah Iskandar, Aceh patut bersyukur bahwa kesuksesan bina damai yang berkelanjutan pasca konflik di Aceh telah mendapat perhatian dan dijadikan model bagi beberapa kawasan negara di Asia Tenggara.
Seperti Myanmar dan Filipina yang beberapa waktu yang lalu sempat berkunjung ke Aceh untuk mempelajari terkait penyelesaian konflik dan upaya merawat damai pasca konflik di Aceh.

Baca Juga:  Ketua Umum Dewan Dakwah Langsa Raih Profesor Bidang Ilmu Fikih Muamalah

Bahkan tak sedikit para peneliti dunia menjadikan Aceh sebagai laboratorium dalam melakukan riset dan studi kajian terkait konflik dan perdamaian.

“Keberhasilan ini tentu harus terus dipertahankan, sehingga Aceh di masa mendatang benar-benar menjadi frame perdamaian dunia,” demikian sambutan Gubernur Aceh yang dibacakan Iskandar. Karna itu inisiasi dari Pemuda Aceh yang melahirkan Museum Perdamaian Aceh patut kita dukung dan saya berkesempatan menggali informasi dan bertandang langsung ke Institute Peradaban Aceh yang saat ini sedang menuntaskan misi panjang yang tertunda peresmianya yaitu Museum Perdamaian Aceh. Krue semangat sukses terus sahabat.

Jangan berhenti untuk berkarya. Tugas kita merawat damai dan mengisinya dengan berbagai aktivitas yang bermamfat demi mewujudkan Aceh Carong, Meuadab dan Aceh Meugiwang.Takbir!

Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Banda Aceh, Sekjen DPP ISKADA Aceh, Direktur Aceh Research Institutue (ARI)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar