Award Winners

Demi Harta Warisan, Anak Rela Menuntut Ibunya

Demi Harta Warisan, Anak Rela Menuntut Ibunya
Foto: Ilustrasi Emas.  
Penulis
|
Editor

Oleh : Muhammad Iqbal A.Rahman

Harian Reportase — Saat orangtua meninggal dunia, masalah pembagian harta warisan tentu akan terjadi. Harta warisan sendiri berdasarkan definisinya adalah harta benda yang ditinggalkan orang yang telah wafat (pewaris) untuk diberikan kepada ahli warisnya.

Terkait harta bendanya, bisa berupa aset bergerak seperti mobil, deposito, logam mulia, hingga uang. Atau bisa juga aset tidak bergerak, misalnya rumah, tanah, ruko, dan bangunan lainnya. Namun perlu diketahui juga, bahwa utang atau kewajiban sang pewaris juga dikategorikan sebagai harta warisan.

Banyak faktor yang memicu terjadinya sengketa waris. Keadaan yang memicu terjadinya sengketa waris ini disebabkan kurangnya pemahaman terhadap ketentuan waris, sehingga ada pihak tertentu yang menguasai harta warisan yang bukan haknya atau bukan haknya secara penuh untuk kepentingan pribadi/dimiliki sendiri.

Sifat serakah atau tamak dan tidak adanya kesadaran hukum dari dalam diri seseorang akan mendorong seseorang melakukan cara licik, berbuat jahat atau melakukan perbuatan melawan hukum untuk menguasai harta yang bukan haknya.

Namun belakangan ini seiring dengan perkembangan zaman modern mengikuti gaya barat yang mementingkan kekayaan dari pada budi pekerti yang baik, sehingga dapat  memunculkan perkara mengenai harta warisan. Seperti yang dialami oleh seorang ibu bernama Alkausar berusia 72 tahun dari Kota Takengon, Aceh Tengah. Ia tidak bisa menahan kesedihan di hari tuanya yang digugat ke pengadilan oleh anak kandungnya sendiri bernama Asmaul Husna terkait persoalan harta warisan (rumah).

Asmaul Husna sendiri merupakan anak sulung dari sebelas orang bersaudara, dan Asmaul Husna berstatus sebagai pegawai negeri yang bertugas di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Aceh Tengah. (https://www.tribunnews.com/regional/2021/12/05/gugat-ibu-kandung-hingga-dicap-durhaka-asmaul-klarifikasi-soal-warisan-konflik-keluarga-terkuak)

Baca Juga:  Orang yang Mendapatkan Syafaat Telaga Kautsar

SIFAT SERAKAH YANG MENGHALALKAN SEGALA CARA

Sifat serakah ini secara umum adalah perangai seseorang yang selalu merasa kekurangan padahal dalam kenyataannya dia sudah lebih dari cukup (berkelebihan). Orang yang seperti ini tidak akan pernah merasa puas.  Manusia serakah juga selalu menginginkan agar dirinya mempunyai lebih banyak harta dari pada orang lain.

Manusia sangat mencintai harta (uang, mobil, rumah, dll) dan senantiasa terus mencarinya. Orang tidak pernah merasa puas atas sedikit yang dimilikinya, ketidak puasan ini menyebabkan manusia  menjadi sangat tamak, sehingga terkadang manusia mempertuankan harta dalam kehidupannya. Keserakahan itu juga berasal dari pikirannya sendiri yang selalu  ingin dipuaskan, tapi tak pernah merasa puas. Semakin berusaha untuk memuaskan keinginan pikirannya, semakin tidak mensyukuri atas apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

Begitu juga dengan kekuasaan yang dalam kekuasaannya para pejabat sering serakah. Serakah di sini dapat diterminologikan sebagai sikap tidak puas dengan yang menjadi hak miliknya, sehingga dia berupaya untuk mengambil yang bukan haknya, dan setiap manusia juga berpotensi untuk bersikap serakah (baik itu rakyat biasa maupun pejabat tinggi sekali pun). Sikap serakah ini dapat mendorong seseorang untuk mendapatkan harta sebanyak–banyaknya dan mengejar jabatan setinggi–tingginya, dalam proses mencari harta sebanyak banyaknya dan jabatan setinggi tingginya kadang mereka lupa, apakah cara yang digunakan tersebut merupakan cara yang baik atau tidak.

Dengan demikian sifat dan perangai Asmaul Husna tersebut tergolong ke dalam sifat serakah ingin memiliki dan manguasai harta warisan dari orang tuanya sendiri tanpa memikirkan dampak buruk terhadap ibu dan adik-adiknya, karena dia lebih mementingkan keinginannya dengan menghalalkan segala cara untuk menguasai harta peninggalan orang tuanya, yang semestinya dapat digunakan bersama tanpa harus menuntut ibunya ke pengadilan.

Baca Juga:  Tidak Dukung Ganjar Sebagai Capres, Batal Caleg DPR RI PPP

RELA DURHAKA KARENA HARTA

Islam mengajarkan untuk memuliakan dan berlaku baik terhadap orang tua.  Memuliakan orang tua menjadi salah satu sebab seseorang anak menjadi ahli surga. Sebaliknya berbuat durhaka kepada kedua orang tua menjadi sebab seseorang menjadi penghuni neraka. Bahkan Allah SWT juga telah memerintahkan untuk memperlakukan kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dia juga melarang seorang anak menolak bahkan membentak ketika dimintai tolong orang tuanya terlebih saat mereka sudah berusia lanjut.

Perintah berbakti kepada orang tua dalam al-Quran selalu disandingkan dengan perintah untuk taat kepada Allah, mengingat betapa keutamaan dan kedudukan mereka dihadapan anak-anaknya, dan ditekankannya perintah tersebut agar diperhatikan oleh manusia. Kedudukan mereka yang begitu agung dan besarnya jasa mereka demi anak-anak, menjadikan Allah membuat suatu ketentuan mutlak bahwa anak yang tidak berbakti atau durhaka kepada mereka, akan dijatuhi hukuman dosa paling besar setelah syirik. Dan hukuman ini tidak akan ditangguhkan menunggu saatnya hari kiamat, bahkan ketika di dunia ini hukuman tersebut bisa diberlakukan.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Israk ayat 23-34 disebutkan bahwa seorang anak hendaklah merendahkan diri terhadap kedua orang tuanya dan mengatakan perkataan yang mulia di hadapannya. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra: 23-24).

Baca Juga:  Peusak Hoep

Dari dalil diatas, dijelaskan bahwa sebaik-baiknya manusia ia menghargai orang tuanya yang merupakan kewajiban bagi setiap insan. Sebaliknya jangankan menuntut orang tuanya gegara luba hartanya, untuk berkata “ah” saja tidak dibolehkan dan itu termasuk dosa besar. Perbuatan yang dilakukan oleh Asmaul Husna kepada ibunya salah satu contoh durhakanya seorang anak kepada ibunya, dan itu hukumnya dosa besar dalam kajian hukum Islam.

Sifat, sikap, langkah dan perangai yang dimiliki Asmaul Husna tersebut menjadi sesuatu yang aneh bin ajaib binti memalukan bukan hanya untuk Ummat Islam secara umum namun untuk Aceh secara khusus yang terkenal dan tersohor dengan gelar Serrambi Makkah. Kenapa tidak selain memiliki gelar Serambi Makkah Aceh juga sedang berlaku syari’at Islam, namun tiba-tiba ada prilaku yang sangat menyimpang dari ketentuan syari’at Islam muncul di bumi Aceh. Yang hebatnya lagi pelaku sendiri seorang pegawai negeri yang sudah barang tentu memiliki ilmu, punya banyak jaringan, berpendidikan namun ia rela melawan ketentuan Islam.

Semoga cukup satu Asmaul Husna yang memperadilankan Ibu kandungnya di Aceh dan jangan pernah ada Asmaul Husna lainnya yang bermunculan dalam kasus serupa di sini. Padahal dari segi nama dia memiliki nama yang sangat baik yang mengandung makna; nama-nama terbaik lagi indah yang melekat pada diri Allah SWT.dalam 99 nama.

Penulis adalah Mahasiswa prodi HTN.Fak. Syari’ah & Hukum UIN.Ar-Raniry.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar