Award Winners

Mempertanggungjawabkan Perkawinan

Mempertanggungjawabkan Perkawinan
Dosen Hukum Keluarga Islam STISNU Aceh, Tgk Aria Sandra S.HI., M.Ag.  
Penulis
|
Editor

“Mempertanggungjawabkan Perkawinan, Tema Khutbah Dosen Hukum Keluarga Islam STISNU Aceh, Tgk Aria Sandra SHI MAg di Masjid Baitul Makmur, Kuta Baro, Aceh Besar, 9 Desember 2022.”


Aceh Besar, HARIANREPORTASE.com — Dosen Hukum Keluarga Islam STISNU Aceh, Tgk Aria Sandra SHI MAg mengatakan, setiap perbuatan seorang muslim, termasuk perkawinan, selalu mengandung aspek ibadah jika dilakukan atas dasar keyakinan bahwa Allah mengizinkannya.

Hal itu akan disampaikannya dalam khutbah Jumat di Masjid Baitul Makmur Kemukiman Ateuk Kecamatan Kuta Baro Aceh Besar, 15 Jumadil Awal 1444 bertepatan 9 Desember 2022.

“Dilihat dari aspek muamalah, hal ini bersinggungan dengan hak orang lain, baik sebagai warga masyarakat, maupun sebagai warga negara,” ujarnya.

Dia menambahkan, bahwa Allah Swt menyebutkan perkawinan sebagai janji kuat, mitsaqan ghalizhan. Kata ini hanya digunakan tiga kali dalam al-Qur an, yaitu janji antara Allah dan para Rasul- Nya (QS. Al-Ahzab/33: 7), janji antara Rasul Musa as dengan umatnya (QS. An-Nisa/4: 154) dan janji perkawinan (QS. An-Nisa: 21).

Baca Juga:  Sekda Aceh Ajak Semua Pihak Sukseskan Imunisasi Anak di Aceh

Menurut Pimpinan Dayah Irsyadul Ibad Al Aliyah ini, bahwa di hadapan Allah, janji suami dan istri dalam perkawinan adalah sekuat perjanjian antara Rasul Musa as dengan kaumnya, bahkan sekuat janji yang diambil Allah Swt dari para Rasul.

“Ini berarti perkawinan harus sah secara hukum agama dan dijalankan sesuai tuntunan Allah,” tegasnya.

Dia menegaskan, suami dan istri harus mempertanggungjawabkan setiap tindakannya dalam perkawinan, baik yang diketahui oleh orang lain maupun tidak, sebab kelak di hari perhitungan, yaumul Hisab, akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dahulu mereka lakukan.

“Suami istri hanya akan menjalankan perkawinan dengan baik jika pasangannya atau orang lain mengetahuinya, sementara jika tidak ada yang mengetahuinya, mereka akan berani melakukan pengkhianatan tanpa rasa takut,” katanya.

Baca Juga:  Gempa Turki dan Suriah, Korban Meninggal Capai 7.826 Orang, WHO Desak Pengiriman Bantuan

Sebaliknya, tambahnya, kesadaran akan adanya tanggung jawab kepada Allah ini menyebabkan suami istri sama-sama menjaga diri, baik ketika pasangannya ada maupun ketika tidak ada, sebab meyakini bahwa Allah selalu menjaga dan melihat mereka.

Dia menjelaskan, sikap saling setia antara suami dan istri bukan semata-mata karena pasangannya menghendaki kesetiaan, tetapi terutama karena Allah menghendaki yang demikian rupa.

“Tanggung Jawab kepada Allah dalam perkawinan juga tercermin dalam ayat al-Quran dan hadis yang menyatakan bahwa perilaku dalam perkawinan harus didasari oleh keimanan dan ketaqwaan,” ujarnya.

Sabda Nabi saw, “Bertakwalah kalian semua kepada Allah dalam memperlakukan para istri, sesungguhnya kalian telah meminang mereka dengan Amanah Allah dan menghalalkan faraj mereka dengan kalimat Allah. (HR Muslim)

Selanjutnya Allah Swt menjelaskan, “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah Kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil Kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q5. An-Nisa/4: 19)

Baca Juga:  IDI Banda Aceh Gelar Raker, Abu Doto Beri Maklumat

Karena itu, katanya, dengan memahami landasan tanggung jawab ilahiyah ini, pasangan suami istri diharapkan dapat menghindari perceraian.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Hal halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian.” (HR Abu Daud dan Hakim).

“Hadis ini merupakan peringatan keras agar perkawinan dijaga kekuatan dan kebaikannya. Kritik ini tidak hanya ditujukan kepada laki-laki dan perempuan yang menikah, tetapi juga kepada seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan perkawinan, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun pejabat negara terkait,” pungkasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar