Award Winners

Aku Begini Karena Guru

Aku Begini Karena Guru
Ketua Dewan Dakwah Aceh, Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed. (Doc: AS/Harian Reportase).  
Penulis
|
Editor

Oleh Dr. Muhammad AR. M.Ed

Harian Reportase — Guru itu tidak pernah kaya, tidak pernah hebat, tidak pernah dikenal, dan tidak meminta untuk disanjung-sanjung asalkan muridnya senang dan bahagia, ia ikut senang dan bahagia, juga ketika ia
mendengar bekas muridnya menjadi hebat dan berjaya.

Tanggal 25 November yang bertepatan dengan hari kamis, telah disepakati sebagai Hari Guru Nasional dan tidak perlu berlebihan untuk dirayakan karena hal itu tidak penting, sebab ada hal lain yang lebih penting yaitu mengenang jasa guru yang telah membuka mata dan hati untuk berpikir dan berzikir.

Kenapa kita bisa berpikir dan berzikir, kemungkinan besar karena pernah diajarkan oleh seorang (guru) agar menggunakan kepala untuk berpikir yang baik dan bermanfaat baik untuk diri sendiri, keluarga ataupun untuk masyarakat banyak.

Demikian pula, kenapa kita rela untuk berzikir kepada Rabb dan dengan menghabiskan waktu, kadangkala berjam jam lewat tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir, namun tidak pernah bosan. Itulah nilai yang sangat berharga yang
pernah diajarkan oleh guru untuk mengingat Sang Maha Kuasa lewat zikir dan beribadah kepada-Nya. Semua ini karena guru.

Dalam Islam, guru/ustad/teungku/cekgu/ulama/ adalah orang-orang yang perlu mendapat penghormatan dan perhatian, menelusuri kehidupannya, melihat keluarganya serta menjaga kebutuhannya apakah mereka dalam kebahagaian atau dalam kepapaan dan kesengsaraan. Jangan biarkan mereka bersedih dan berduka terus menerus.

Pengorbanannya terlalu berat dalam mendidik putra-puteri bangsa. Perlu dimaklumi bahwa karena merekalah kita mengenal Allah (Pencipta), mengenal orang tua kita, dan mengenal diri sendiri. Camkanlah bahwa guru tidak mengajarkan kita membunuh, tidak mengajarkan kita mencuri atau korupsi, tidak mengajarkan kita berbuat dhalim, dan memakan barang-barang haram yang menyebabkan kita harus dijebloskan ke dalam api neraka. Artinya tidak
satupun guru yang menggiring murid-muridnya untuk berbuat kerusakan di muka bumi, merusak dan
menyengsarakan rakyat dan masyarakat apalagi rakyatnya.

Baca Juga:  DWP Kemenag Aceh Gelar Rapat Kerja dan Seminar

Guru tidak terlibat dalam persekongkolan jahat, tidak merestui pengkhiatan, tidak bangga akan muridnya melakukan kejahatan dan kebiadaban karena mereka tidak pernah mengajarkannya.

Oleh karena itu jika seseorang berbuat jahat, berbuat serong, berbuat perbuatan amoral, terjerumus ke dalam lembah hitam, dan menjadi manusia yang anti Allah dan anti agama Allah serta Rasul-Nya, itu bukan pesanan guru, itu bukan datangnya dari syarahan guru, itu bukan pula cita-cita seorang guru dalam membekali muridnya.

Namun, perlu dilihat makanan yang mereka santap itu, halal atau haram, lihat pakaian yang mereka pakai, menutup aurat atau memamerkan aurat, lihatlah siapa kawan-kawan mereka, apakah pemabuk, penzina, pengkorup, penganianya, penindas, atau pemaksa kehendak, dimana lingkungan mereka tinggal, mendukung untuk berbuat kebajikan ataupun membacking kejahiliyahan dan kemaksiatan, dan ilmu apa yang mereka perlajari, Ini sangat
mempengaruhi tabiat atau kelakukan seseorang dan sekali lagi ini bukan guru yang menjadi kambing
hitamnya.

Namun jika kita berada dalam lembah kebinasaan atau terlibat dalam dunia hitam seperti narkoba, maryuana, dadah, ganja, perjudian, perzinahan, perampokan, korupsi, dan sebagainya. Semua itu bukan salah guru, tetapi salahkan dirimu sendiri, kenapa anda berada dalam keadaan yang demikian.

Sebagai manusia yang berakal sehat, dan memiliki rasa balas jasa dan balas budi, tidak berlebihan memang, maka jangan membuang muka jika berpapasan dengan orang yang telah mengajarkan anda walaupun satu huruf. Jangan sombong, jangan angkuh, dan jangan berpura-pura tidak kenal jika melihat orang itu, tengku itu, ustad itu, guru itu, pendidik itu atau guree tersebut.

Baca Juga:  Diperlukan Perencanaan Keuangan Keluarga Sejak Dini

Perlu diketahui dari mana anda belajar alif, ba, ta, tsa dst. Dari mana anda belajar a, b, c, d dan seterusnya. Bukankah ini semua telah dilakukan oleh orang yang namanya guru, apakah guru itu orang tua sendiri ataupun orang lain. Ini tidak penting, dan siapapun dia, harus menyimpan porsi sedikit dalam hati dan dalam kepala agar penghormatan dan kemuliaan perlu diberikan kepada mereka yang menyandang predikat guru.

Anda menjadi presiden, menjadi gubernur, bupati dan camat karena guru, anda menjadi polisi, tentara, dan sebagainya adalah karena anda pernah berguru pada banyak orang.

Keberhasilan seseorang mesti ada orang lain yang bersama anda dan mesti ada orang lain yang menyebabkan anda
tenar dan dikenal. Karena itu berpikirlah akan keterlibatan orang lain dalam kehidupan anda, belajarlah bersyukur kepada Pencipta dan berterima kasihlah kepada sesama apalagi kepada orang yang pernah membuka mata dan hati anda.

Pada umumnya, guru tidak pernah meminta atau merengek-rengek kepada muridnya untuk kepentingan pribadinya, tidak memohon jabatan yang tinggi, tidak memohon harta dan tahta, serta tidak meminta yang muluk-muluk dari muridnya. Namun, yang paling menyenangkan guru ketika mendengar bahwa bekas muridnya berhasil dalam kehidupanyna, berhasil dalam tugasnya, berjaya dalam memimpin, berjaya dalam menggarungi kehidupan dan mencari kehidupan secara halal.

Kita bisa saja menjadi pejabat tinggi, tetapi guru kita tidak membina dan memaksa kita kearah itu, kita mungkin
menjadi pemimpin tertinggi di sebuah qaryah, tempat dan Negara, namun guru kita tetap eksis sebagai guru dan bahkan hingga akhir hayatnya tetap menjadi penyampai risalah kepada manusia (murid-murid)-nya.

Baca Juga:  Sinergisitas Dakwah, Dewan Dakwah Sumut Kunjungi DD Aceh

Kadang-kadang jika melihat nasib guru di daerah pedesaan, di daerah terpencil, dan di pelosok-
pelosok negeri, mungkin nasibnya sangat tragis dan menyengsarakan serta sangat tidak layak dari segi
kehidupannya, dari segi lingkungannya, dan dari segi tempat mendidik ummat.

Mungkin ini kurang mendapat perhatian pihak-pihak yang berkompeten, luput dari perhatian para pengambil kebijakan, sehingga nasib guru luntang lantung, namun masih juga terdapat orang-orang yang antipati terhadap
guru, memusuhi guru, bahkan ada yang memukul guru. Ini merupakan factor ketidak tuntasan dalam mendidik murid dan sekaligus mendidik wali murid sehingga nilai-nilai sacral yang seharusnya tertanam dalam hati dan pemikirannya tidak berfungsi dengan seksama dalam hal menyepelekan peran dan jasa guru.

Banyak hal yang harus diperhatikan oleh siapapun ia, apakah ia masyarakat sipil, masyarakat berpangkat, masyarakat bersenjata, masyarakat yang berpakaian seragam, maka penghormatan kepada guru adalah sebuah keniscayaan.

Inilah Islam yang mendidik manusia agar murid-murid perlu memelihara hubungan baik dengan
gurunya, bersilaturrahmi dengan mereka, berbaik sangka dengan mereka, menghormati mereka dalam
batas-batas kewajaran.

Jangan pongah dan sombong kepada orang yang pernah mengajarkan anda walau satu huruf.

Ali bin Abi Thalib berpesan bahwa “Kalau ada seseorang yang mengajarkan aku satu
huruf, maka aku bersedia diperhambakan, bersedia dijual.” Demikian tingginya value terhadap guru
yang pernah mengajarkannya.

Saya hari ini sebagai kepala …. karena guru, saya hari ini berhasil karena
guru, saya hari ini menjadi … karena guru. Mereka tidak pernah mengharap belas kasihan kita kecuali
redha Allah. Inilah tujuan guru dalam Islam.

Penulis adalah Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Aceh

Bagikan:

Tinggalkan Komentar