Award Winners

Mengetuk Pintu Langit

Mengetuk Pintu Langit
Gubernur Aceh, Ir.H.Nova Iriansyah, MT  
Penulis
|
Editor

HARIANREPORTASE.com — Di Aceh, ikhtiar melewati ujian pandemi Covid-19 ditempuh lewat “jalan bumi” dan “jalan langit.”

Untuk ikhtiar “jalan langit”, mulai hari ini, Kamis (15/7) Gubernur Aceh bersama Sekda Aceh, para asisten, Kepala SKPA dan ASN Pemerintah Aceh, menggelar zikir dan doa bersama, yang selanjutnya dilakukan setiap pagi hari.

Mendalami sambutan yang disampaikan oleh Nova Iriansyah, “jalan langit” melalui zikir dan doa, juga disertai dengan kontemplasi diri, termasuk permintaan ampun atas segala salah, khilaf dan kurang, selama melakukan ikhtiar “jalan bumi.”

Jika direnung lebih dalam, yang namanya ikhtiar “jalan bumi”, termasuk dalam usaha mengakhiri pandemi Covid-19, memang tidaklah sempurna. Ada saja serba kurangnya, bahkan selalu ada sisi lemah, bahkan bisa jadi ada serba serbi tidak enaknya.

Bayangkan, sejak pandemi melanda negeri, Maret 2020, yang menghadirkan kebijakan refocusing dan realokasi anggaran yang berakibat meniadakan/menunda kegiatan lainnya otomatis muncul kekecewaan.

Padahal, kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan, sudah disetujui secara bersama bahkan sudah ada anggarannya otomatis membangun harapan. Semua ini menjadi sirna ketika terjadi pembatalan.

Covid-19 yang juga menghadirkan ragam pembatasan sosial akhirnya berdampak bagi banyak orang, termasuk dalam kegiatan mencari rezeki. Banyak yang harus kehilangan mata pencaharian, sehinga angka kemiskinan yang sudah mulai turun, menaik lagi. Akhirnya, kembali memantik hadirnya tanggapan yang menohok, apalagi jika semata dilihat secara politik.

Tidak hanya itu, hubungan dan interaksi sosial, juga pelaksanaan ritual keagamaan pun jadi serba tidak normal. Saat hendak mudik lebaran, hadir kebijakan larangan mudik. Saat hendak shalat berjamaah muncul pembatasan saf jamaah, bahkan kebebasan menikmati secangkir kopi di warung jadi terganggu.

Di luar Aceh khususnya di daerah yang diberlakukan status PPKM Darurat, berbagai aksi tindakan pembatasan melahirkan cuplikan-cuplikan pilu, khususnya ketika ada warga yang “dipaksa” meninggalkan lapak jualanya, dipaksa menutup tempat usahanya, bahkan ada yang terjadi aksi kekerasan yang menyebabkan warga lainnya ikut marah.

Ragam usaha baik secara promotif, preventif dan kuratif juga serba tidak lengkap dan tidak habis-habis. Selalu saja ada yang kurang, baik secara sains, apalagi saat bertemu dengan keadaan lainnya, termasuk politik.

Baca Juga:  Akibat Pandemi, MTQ Aceh Ditunda

Akibat yang tidak bisa terhindari adalah hadirnya ragam pandangan dan macam analisa, penilaian bahkan tekanan, yang makin rumit kala bercampur dengan ragam hoaks, fake news, ghibah hingga fitnah. Dan, makin lengkap kerumitan saat kepentingan politik ikut disertakan. Akhir yang tidak baik berupa turunnya trust yang berujung terganggunya ikhtiar “jalan bumi.”

Tidak ada yang patut disalahkan, apalagi menyalahkan rakyat secara sepihak. Semua itu wajar terjadi di “jalan bumi” khususnya di negara dengan tingkat kebebasannya tinggi sementara secara secara iklim politik belum sepenuhnya mengacu kepada cara berpikir sehat.

Di sinilah arti penting menempuh “jalan langit.” Dengan berserah diri kepadaNya, mengakui segenap kelemahan dan kekurangan diri dan memohon ampunan. Lalu, menyampaikan permohonan kepada Allah SWT untuk menurunkan rahmat dan kasih sayangNya, sehingga yang serba kurang dalam ikhtiar “jalan bumi” dilengkapkam dengan Kun Fayakun Allah SWT.

Harus diakui, melalui ikhtiar “jalan bumi”, secara data ternyata secara nasional kasus terus melonjak bahkan sudah pada tingkat mengkuatirkan.

Bayangkan, angka kematian karena Covid-19 nyaris mencapai jumlah orang hilang akibat gempa dan tsunami 17 tahun lalu yaitu 93.285 orang.

Hari ini, Kamis, 13 Juli 2021, jumlah kasus kematian Covid-19 bertambah 982 orang, sehingga sudah tembus 70 ribu orang, tepatnya 70.192 orang, sejak Maret 2020.

Saking parahnya, 15 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali dikunci dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 12 Juli 2021, dan sangat mungkin diperpanjang, jika kasus makin melonjak hingga capai 100 kasus per hari.

Secara global, merujuk worldometer, dari pertambahan kasus baru sebanyak 193.819 kasus, Indonesia menjadi negeri dengan 56,757 kasus baru. Dan, dari 3.114 kematian baru, di Indonesia terjadi kematian baru hingga 982 orang.

Keadaan COVID-19 di negeri kita ini, dikabarkan mendorong enam negara kembali menutup pintu bagi pendatang asal Indonesia. Enam negara itu adalah Singapora, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Oman, Filipina dan Hongkong. September 2020 lalu, 59 negara bahkan pernah dikabarkan melarang warga Indonesia masuk ke wilayahnya.

Baca Juga:  Gubernur Lepas Keberangkatan Jamaah Haji Embarkasi Aceh Kloter 1

Di Aceh sendiri hari ini, 15 Juli 2021 update pukul 18.00 WIB, ada penambahan 9 orang meninggal, sehingga total menjadi 895 orang meninggal dari total 20.749 kasus terpapar COVID-19.

Memang, setelah kasus harian sempat meninggi bahkan melebihi angka kasus harian tertinggi pada tahun lalu, pada Mei lalu angka kasus harian mencapai 267 orang. Kini, alhamdulillah, jumlah kasus harian mulai menurun. Bahkan, dari 23 kabupaten/kota, kini tersisa satu lagi zona merah, dari yaitu Banda Aceh.

Sekalipun menurun, sangat terbuka terjadi lonjakan balik apabila secara nasional belum tercapai herd immunity. Sementara usaha-usaha mendorong vaksinasi massal tidak semudah membalik telapak tangan, bahkan harus dilakukan dengan ragam pendekatan yang ujung-ujungnya juga serba tidak enak, seperti harus ada surat sudah vaksin jika melakukan perjalanan yang mengharuskan adanya pos pemeriksaan diperbatasan.

Bahkan, ketika terjadi lonjakan warga yang bersedia melalukan vaksin, juga muncul kekurangan lainnya, sehingga tempat-tempat vaksinasi massal berpotensi pula menjadi lokasi paparan baru karena ramainya peminat yang dengan sendirinya menyulitkan penerapan prokes secara ketat.

Tentu saja, bila Allah SWT menurunkan kasih sayangnya kepada penduduk negeri, mudah saja virus corona terhalau. Setiap orang akan dimunculkan kesadaran untuk mentaati protokol kesehatan, setiap pemimpin akan dianugerakan solusi, setiap aparat akan diberi etos kerja yang handal, setiap ilmuan akan diberikan penemuan baru yang lebih kredibel, dan disetiap orang akan dihadirkan pandangan yang membangkitkan semangat, kerjasama dan gotong royong.

Tapi, untuk mendapatkan “intervensi langit” atau pertolongan Allah SWT itu, juga ada syaratnya. Mengacu kepada al Baqarah 155 – 157 kunci keluar dari ujian sebenarnya tidaklah rumit, yaitu lewat sabar.

Memang, meski tidak rumit bukan berarti mudah apalagi dimudah-mudahkan. Ini artinya, kita harus mendidik diri menjadi insan berkualitas (berderajat tinggi). Untuk itu, bersandar pada Sabda Nabi, sabar meliputi tiga macam yaitu sabar melaksanakan ketaatan, sabar dalam menghadapi musibah dan sabar dalam meninggalkan maksiat.

Baca Juga:  Bantu Korban Kebakaran, Ketua Komisi VI DPRA Apresiasi Kinerja BMA

Sabar menjalankan ketaatan termasuk mematuhi anjuran Nabi agar saat sakit kita tidak berkumpul dengan orang sehat. Jika ada wabah di satu negeri kita tidak mendatanginya dan tidak pula keluar dari negeri itu. Tidak mudah membatasi aktivitas beribadah di mesjid apalagi dihadapkan dengan pemandangan pasar-pasar yang dibuka. Padahal ada landasan syariahnya bahkan hingga ketingkat maqasid syariah.

Termasuk sabar dalam menghadapi musibah adalah patuh pada kaedah-kaedah penyembuhan. Nasehat ahli medis Ibnu Sina menjadi salah satu yang perlu diikuti. Katanya, kepanikan separuh penyakit, ketenangan separuh obat, dan kesabaran adalah awal kesembuhan. Tapi, bagaimana sulitnya menghadapi keadaan ketika mendapati diri kita atau saudara kita yang tidak dipeduli oleh petugas rumah sakit? Dan akhirnya kitapun terpicu untuk menumpahkan segenap kekesalan. Padahal, jika sedikit bersabar barangkali kita akan mendapati keadaan yang membantu kita untuk terhindar dari sikap panik.

Sabar meninggalkan maksiat termasuk memperbaiki kesalahan dan kekeliruan jika sekiranya apa yang sudah dilakukan belum cukup berhasil, apalagi sampai mendatangkan masalah baru yang lebih rumit. Tapi, bukan berarti untuk menghindari kerumitan tidak berbuat apa-apa, melainkan ketika tidak efektif jangan malu atau gengsi untuk memperbaiki dengan mengacu pada pendekatan yang lebih tepat dan selaras dengan pengetahuan yang relevan dan kredibel.

Dengan begitu, ikhtiar “jalan langit” yang kembali digelar oleh Gubernur Aceh, adalah ikhtiar mengetuk pintu langit, dengan harapan kita manusia di bumi diberi kemudahan untuk menemukan solusi atau roadmap baru yang lebih mampuni untuk mengakhiri pandemi Covid-19 baik di Aceh maupun di Indonesia serta dunia.

Alangkah indahnya, bila langkah yang diambil Gubernur Aceh ini juga diikuti secara bersama oleh berbagai kalangan lainnya di Aceh sehingga ketukan pintu langit secara bersama mempercepat turunnya kasih sayang Allah SWT kepada kita semua berupa jalan keluar atau solusi, yang dalam kamus religi, disebut petunjuk. Amin! (*)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar