Award Winners

Merangkul Keragaman: Ras dan pluralitas agama dalam perspektif Islam

Merangkul Keragaman: Ras dan pluralitas agama dalam perspektif Islam
Dr. Craig Considine bersama Imam Shamsi Ali. (Doc: Istimewa).  
Penulis
|
Editor

Oleh Dr. Shamsi Ali

HARIANREPORTASE.com — Pagi ini saya terbang ke Houston untuk menjadi pembicara di Rice University tentang keragaman ras dan agama dalam perspektif agama Islam. Sebuah topik yang menarik tentunya. Karena memang isu rasisme khususnya dan diskriminasi kehidupan secara umum masih terus terjadi di negara yang diakui sebagai “pulau kebebasan” (land of freedom) ini.

Memang salah satu kenyataan dunia kita saat ini adalah adanya fenomena paradoksikal. Di satu sisi dengan globalisasi, dunia semakin saling terkoneksi (interconnected). Namun di sisi lain juga dengan keterbukaan yang ada, khususnya keterbukaan media, dunia juga semakin terbuka dengan keragamannya.

Dan karenanya isu keragaman dalam dunia yang terbuka memerlukan pemahaman yang benar, sekaligus sikap bijak yang tinggi. Jika tidak, boleh jadi akan terjadi gesekan-gesekan sosial yang tidak diharapkan. Gesekan sosial itu dapat terjadi, salah satunya, karena dipicu oleh kompetisi yang menjadi ciri dunia global ini.

Islam dan keragaman ras

Islam menempatkan keragaman ras manusia tidak saja sebagai fenomena sosial. Tapi lebih dari itu keragaman ras justeru dilihat sekaligus sebagai fenomena keimanan. Dan karenanya keragaman ras mendapat perhatian besar dalam Islam.

Satu, bahwa keragaman diyakini sebagai sunnatullah (ketentuan) Allah dalam ciptaanNya. “Dan sekiranya Allah berkehendak niscaya Dia menjadikan kalian semua dalam satu umat” (Al-Maidah: 48).

Dua, bahwa keragaman itu sekaligus menjadi salah satu ayat (tanda) kebesaran Allah SWT. “Dan di antara tanda-tandaNya adalah penciptaan langit dan bumi dan perbedaan bahasa dan warna kalian” (Ar-Rum: 22).

Tiga, Islam mengajarkan bahwa semua manusia, tanpa kecuali, diciptakan dari sumber penciptaan yang sama. “Dan Alah menciptakan kalian dari tanah” (Fathir: 11).

Baca Juga:  8.000 Karyawan Lion Air Group yang Dirumahkan, Begini Nasibnya Kini

Empat, Islam mengakui kesatuan keluarga (one family) dan pada saat yang sama merangkul keragaman yang ada. “Wahai manusia Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku..” (Al-Hujurat: 13).

Lima, konsep Tauhid dalam Islam mengajarkan “One God-One Humanity”. Bahwa keyakinan kita kepada Tuhan yang satu sekaligus mengajarkan kemanusiaan yang satu. Kemanusiaan inilah yang disebut fitrah. “Wahai manusia bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari satu orang “nafs wahidah”. (An-Nisa: 1).

Enam, ketauladanan Rasulullah dalam hal keragaman ras tidak dapat tersangkal oleh siapapun. Beliau tidak saja merangkul keragaman itu. Tapi memperjuangkan dan membela kesetaraan. Satu contoh yang terkenal adalah ketika membela Bilal di hadapan Abu Dzar yang memanaggilnya “anak Ibu yang hitam”. Beliau mengatakan “Wahai Abu Dzar, anda adalah orang yang masih punya kejahilan”.

Bahkan dalam khutbah wada’ (final sermon) di padang Arafah beliau mendeklarasikan hal yang beberapa abad kemudian dideklarasian oleh PBB dengan nama “Declaration of Human Rights”. Beliau menegaskan: “Tuhan kalian satu. Ayah kalian satu. Semua kalian adalah keturunan Adam dan Adam tercipta dari tanah. Tidak ada kelebihan orang Arab di atas non Arab atau sebaliknya. Dan tidak ada kelebihan orang putih di atas orang hitam dan sebaliknya. Hanya dengan ketakwaan di antara kalian”.

Tujuh, konsep komunitas atau bangsa (umat) dalam Islam melampaui semua batas-batas kemanusiaan, termasuk batas rasial. Dan semua yang menjadi bagian dari umat ini memiliki kesetaraan dalam agama. “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa” (Al-Hujurat: 13).

Baca Juga:  Puluhan Guru di Pidie Ikuti Pelatihan Penguatan Budaya Digital Bersama Yayasan Semangat Bina Ukhwah dan Kemdikbudristek

Islam dan Pluralitas Agama

Islam tidak pernah mengajarkan bahwa semua manusia suatu ketika akan menerima agama ini. Bahkan Islam mengajarkan bahwa keragaman agama menjadi bagian dari sunnatullah dalam kehidupan, sekaligus ujian dan jalan untuk berkompetisi di antara manusia. Pada akhirnya Allah akan yang menentukan/membuka kebenaran di hadapan mata setiap manusia. “Dan Allah akan memberitahu kalian apa-apa yang kalian perselisihkan”.

Pandangan Islam terhadap pluralitas agama terlihat di bawah ini:

Satu, Islam secara mendasar meyakini bahwa ajaran agama itu satu. Yaitu meyakini Tuhan yang Satu dan berserah diri secara totalitàs kepadaNya. Itulah esensi dasar Islam.

“Rasulullah mengimani apa yang diturunkan kepadanya, juga orang-orang beriman..semua mengimani Allah,
MalaikatNya, Kitab-kitabNya, dan Rasul-RasulNya. (Mereka berkata): kami tidak membeda-bedakan di antara mereka” (Al-Baqarah: 286).

Dua, sebagaimana agama Kristen, Islam diyakini sebagai agama misi (missionary). Tapi ajakan Islam (Dakwah) bukan kepada “kelompok”. Ayat-ayat yang memerintahkan Dakwah selalu merujuk kepada “ajakan kepada Allah” atau “ajakan kepada jalan Allah”. (Lihat an-Nahl: 125 dan Yusuf: 33).

Tiga, Iman dan keyakinan dalam pandangan Islam adalah “kesadaran batin” yang tidak mungkin dipaksakan. Karenanya harus terbangun dengan “kebebasan” (freedom). Untuk itu Islam dengan tegas melarang paksaan beragama. (al-Baqarah: 226).

Empat, Islam mengakui dan menghormati eksistensi agama-agama lain. Mengakui dan menghormati bukan berarti membenarkan dan meyakini. Tapi memberikan ruang pada orang lain untuk meyakini dan mengikuti agama masing-masing. “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (Al-Kafirun: 5).

Lima, konsep kesalehan dalam Islam bersifat Universal. Dan karenanya pada setiap Komunitas ada kesalehan pada aspek kehidupan sosial. Secara Akidah dan ritual masing-masing agama meyakini kebenaran mutlak. Tapi secara sosial kesalehan tidak didominasi oleh Komunitas tertentu. “Wahai manusia…sesungguhnya yang termulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa”.

Baca Juga:  Daftar Khatib dan Imam Jum’at 9 September 2022 Se Aceh Besar

Enam, konsep ketuhanan dalam Islam adalah ketuhanan yang bersifat inklusif dan universal. Karenanya Tuhan dalam Islam tidak pernah dibatasi oleh batasan ras, etnis dan lain-lain. Tuhan itu adalah Tuhan semesta alam (alamin) dan Tuhan manusia (an-naas).

Tujuh, Islam memandang semua manusia tanpa kecuali dengan pandangan positif (positive view). Bahwa semua manusia terlahir dalam keadaan baik, suci atau fitrah. (Lihat ar-Rum: 30).

Rasisme itu kejahatan (evil).

Dengan semua halnyang telah disampaikan di atas Islam menyimpulkan bahwa rasisme dan kebencian kepada pemeluk agama lain adalah kejahatan (evil). Selain memang dalam sejarah manusia tendensi dan prilaku rasis telah menyebabkan banyak keburukan, Islam memang tegas menentangnya.

Islam meyakini bahwa dosa dan penentangan kepada perintah Tuhan pertama kali dalam sejarah kehidupan adalah rasisme. Al-Qur’an menceritakan bahwa Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam sebagai penghormatan dikarenakan rasisme. Dia merasa lebih hebat karena ke ciptaan fisiknya dari api. Sementara Adam diciptakan dari tanah (lihat al-A’raf: 12).

Demikian ringkasan presentasi yang saya sampaikan hari ini, Kamis 14 September 2013, di Rice University. Semoga membawa manfaat dan keberkahan, serta menjadi jalan hidayah dan kebaikan untuk semua. Amin!

Udara NYC-Houston, 14 Sept 2023

*Presiden Nusantara Foundation

Catatan: kehadiran saya di Rice University sebagai speaker adalah bagian dari program “outreach” Nusantara ke berbagai Universitas di Amerika. Mohon doa dan dukungannya terus!

Bagikan:

Tinggalkan Komentar