Award Winners

Penegakan Syariat Islam Tugas Bersama

Penegakan Syariat Islam Tugas Bersama
Muhammad Syarif, SHI,M.H, (Kabid PSI Pada POL PP-WH, Alumni Lemhannas, Sekjen DPP ISKADA Aceh). (Doc: Ist/Harian Reportase).  
Penulis
|
Editor

Oleh : Muhammad Syarif, SHI,M.H

Harian Reportase — QS. Ali Imran :104, Artinya : “Hendaklah ada diantara kamu segelongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh yang ma`ruf (amar ma`ruf) dan melarang yang mungkar dan itulah orang-orang yang menang”.

Ayat tersebut secara jelas dan gamblang mengandung amar (perintah) agar ada sekelompok orang yang tampil untuk :

pertama mengajak kepada kebaikan, kedua menganjurkan kepada yang ma`rif dan ketiga menjaga dan mencegah orang dari setiap kemungkaran. Dan ini adalah tugas kolektif (bersama).

Rasyid Ridha dalam tafsir al-manar, menjelaskan bahwa al-khair adalah al-Islam dalam makna generiknya yang universal yaitu agama semua Nabi dan Rasul sepanjang zaman. Lebih lanjut beliau mengatakan menyeru kepada kebaikan bersama amar ma`ruf nahi mungkar, merupakan tingkatan dan tahapan yang harus dilaksanakan.

Tingkat pertama adalah ajakan umat Islam kepada semua umat yang lain kepada al-khair, agar menyertaia umat didalam cahaya dan hidayah.

Jadi al-khair memiliki 3 arti yaitu:
1. Sesuatu yang bermamfaat bagi dirinya
2. Bermamfaat bagi orang lain dan lingkungannya
3. Diridhai Allah baik dunia maupun akhirat.

Kata ma`ruf dalam rangkaian kata “‘amar ma`ruf nahi mungkar” disebutkan kurang lebih 39 kali dalam 12 surat.

Kata ini memiliki makna harfiah sebagai yang dikenal atau yang dapat dimengerti dan dapat dipahami masyarakat.

Kebalikan dari kata ma`ruf adalah mungkar yang dibenci, tidak disenangi dan ditolak oleh masyarakat karena tidak patut, tidak pantas, tidak selayaknya dikerjakan oleh masyarakat.

Upaya penyadaran kembali hanya akan berguna bagi orang yang beriman, karena ia sudah tahu dan bersedia melalui proses pengajaran dan pendidikan. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Adz-Zariyat :55 yang artinya :dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu akan bermamfaat bagi orang-orang yang beriman.

Dengan demikian jelaslah bahwa, sekelompok umat yang dimaksud adalah para ulama, dai lembaga social yang bergerak di bidang dakwah dan tidak pula berlebihan bila kita kita memasukkan Wilayatul Hisbah kebada fungsi Amar-ma`ruf nahi mungkar.

Baca Juga:  STKIP Bina Bangsa Meulaboh Raih Juara 1 PTS Terbaik LLdikti Award 2022

Eksistensi wilayatul Hisbah
Lembaga Wilayatul Hisbah sudah ada sejak masa khalifah Umar Bin Khatab, sedangkan fungsi dan perannya lebih nampak pada masa Bani Umayyah di bawah pimpinan Mu`awiyah bin Abi Sofyan.

Disamping Wilayatul Hisbah juga dikenal dengan dua lembaga lain yang berwenang untuk melakukan penegakan hukum pada masa itu yaitu:
• Wilayatul Qadha, yaitu lembaga atau badan yang berwenang menyelesaikan sengketa sesame rakyat (saat ini dapat disamakan dengan pengadilan)
• Wilayatul Mazalim, yaitu atau lembaga atau badan yang berwenang menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat atau antara bangsawan dengan rakyat biasa.

Kewenangan ini dapat dipegang langsung oleh khalifah sebagai kepala Negara atau pejabat lain yang ditunjuk (saat ini dapat disamakan dengan PTUN)

Diantara tugas dan tanggung jawab Lembaga Wilayatul Hisbah masa itu antara lain; menjaga harga barang-barang dipasar, memperhatikan kebersihan setiap orang yang diberi tugas memegang suatu jabatan/ pekerjaan untuk mengurusi masyarakat seperti tukas pangkas rambut, pembuat roti, penjual makanan dan lain sebagainya.

Mereka yang melakukan pekerjaan seperti ini harus mendapatkan izin kerja terlebih dahulu, seperti tes kesehatan. Dan sama sekali tidak dibolehkan bagi orang-orang yang memiliki penyakit tertentu/ cacat jasmani yang berbahaya atau akan menjadi penularan bagi orang lain.

Ada apa dengan Dinas Syariat Islam
Banyak kalangan masyarakat mempertanyakan mengapa syariat Islam lamban padahal sudah 21 tahun pendeklarasiannya.

Pemberlakuan syariat Islam di Serambi Mekkah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 agaknya memberikan harapan bagi masyarakat Aceh, akan tetapi malah sebaliknya kita melihat sebagian prilaku masyarakat tidak mencerminkan budaya Islami.

Baca Juga:  Rekrutmen Bersama BUMN 2024 untuk SMA hingga S2, Berikut Informasinya

Maraknya budaya khalwat yang dilakoni oleh generasi muda-mudi, serta oknum institusi lainnya menjadi pekerjaan rumah Bersama. Kita tidak bisa menaruh harapan besar pada personil Wilayatul Hisbah yang hanya berjumlah 63 orang.

Ini adalah tugas bersama. Karnya mari kita bersatu padu dalam memberikan advokasi kepada masyarakat dalam penegakan Qanun Syariat Islam ( Hukum Jinayat)

WH dan tanggung jawab moralitas umat
Berangkat dari hal tersebut dan seiring upaya mempercepat pelaksanaan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, pemerintah mengangkat petugas khusus yang akan membantu jalannya syariat Islam yang di berinama Wilayatul Hisbah.

Untuk terlaksana syariat Islam di bidang aqidah, Ibadah dan Syiar Islam di Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota dapat membentuk Wilayatul Hisbah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun ini (qanun Nomor 11 Tahun 2002 pasal (1)
Wilayatul Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, mengawasi dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan amar makruf nahi mungkar.

Pasl 15 Qanun Nomor13 Tahun 2003 tentang maisri (perjudian) di jelaskan :”Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, pejabat Wilayatul Hisbah mana kala menemukan pelanggaran dapat melakukan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum menyerahkan laporannya kepada penyidik.

Oleh karena itulah personil WH harus benar-benar berwibawa. Lahirnya Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mebawa arah baru politik Hukum Penerapan Syariat Islam di Aceh.

Sejalan dengan ini pula sudah saatnya kita perlu melakukan kontruksi ulang terhadap persyaran untuk menjadi personil Wilayatul Hisbah. Secara umum syarat menjadi WH diantaranya:

• WNI dan berdomisili di Aceh
• Setia kepada pancasila, UUD1945 dan memahami, menghayati serta mengamalkan syariat Islam dengan baik
• Mampu dan fasih menjadi Imam shalat berjamaah
• Aktif dalam kegiatan sosial agama dan kemasyarakatan
• Berakhlaqul karimah, jujur, adil dan berwibawa
• Lulus seleksi dan pembinaan khusus Wilayatul Hisbah

Baca Juga:  Rumah Amal USK Gelar Talkshow ECRA Motivation

Beberapa kendala di lapangan
Mencermati tugas Wilayatul Hisbah dilapangan, selaku ASN yang kini memimpin WH sejak 24 Desember 2021 saya menemukan ada beberapa kendala yang sangat urgen untuk di cari solusi penyelesaiannya.

Ini semua hasil diskusi dengan teman-tema-teman WH yang senior. Adapun problem tersebut antara lain:

Pertama : Petugas Wilayatul Hisbah umumnya adalah petugas kontrak dimana status dan kedudukannya sangat rendah. Bukan hanya itu kewenangan yang di berikan sangat lemah ditambah dengan ada anggapan bahwa tugas pelaksanaan syariat Islam adalah tugasnya dua institusi yaitu Dinas Syariat Islam dan Satpol PP-WH dalam hal ini Wilayatul Hisbah sebagai ujung tombaknya.

Kedua: sangat terbatasnya Petugas Wilayatul Hisbah yang menjadi penyidik,sebagaimana amanah Qanun dan UUPA, hal ini mungkin karena kebanyakan personel Wilayatul Hisbah adalah pegawai kontrak. Sementara untuk menjadi petugas penyidik salah satu persyaratannya adalah Pegawai Negeri Sipil

Ketiga: Masih minimnya petugas WH baik yang PNS maupun tenaga kontrak. Oleh karena itu sudah semestinya Pemerintah Kota Banda Aceh perlu memikirkan usaha untuk memperbanyak personel Wilayatul Hisbah atau memperkuat posisi kewenangan WH, sehingga lembaga ini berwibawa

Keempat : Disisi kelembagaan dan Manajemen ASN, jabatan Wilayatul; Hisbah belum diakui secara nasional ini terbukti nomenklatur Jabatan Fungsional Tertentu tidak ada Instansi pembinanya, Justru WH subordinat dari Polisi Pramong Praja. Sehingga pada saat penyerataraan Jabatan dan jenjang karir ngambang.

Saya kira sudah saatnya Kepala Daerah sebagai Pembina Kepegawaian di Daerah memperjuangkan agar nomenklatur Jabatan Wilayatul Hisbah dibuat payung hukumnya dan keberadaannya diakui secara nasional.

Kalau tidak WH hanyalah produk local yang keren namanya tapi hambar dalam rumpun Aparatur Sipil Negara

*Penulis adalah Kabid PSI pada Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh

Bagikan:

Tinggalkan Komentar