Award Winners

FAKSI : Pancuri Dana Desa dan Backingannya Yang Harusnya di Bimtek

FAKSI : Pancuri Dana Desa dan Backingannya Yang Harusnya di Bimtek
  Harian Reportase
Penulis
|
Editor

Idi Rayeuk, Harian Reportase — Polemik pelaksanaan kegiatan Bimtek (Bimbingan Teknis) aparat desa Se Aceh Timur di sebuah hotel megah di Idi Rayeuk terus menuai protes dari para penggiat sosial.

Bimtek yang dinilai tidak wajar dari sisi penggunaan miliaran dana desa dan kualitas yang dihasilkannya ini juga mendapat kritikan tajam dari Kordinator Front Anti Kejahatan Sosial (FAKSI) Aceh, Ronny H.

“Mendingan kegiatan tersebut diperuntukkan bagi para maling – maling dana desa di Aceh Timur selama ini, berikut oknum – oknum yang diduga jadi backingannya, dan diduga aktif ikut maling atau mengutil dana desa selama ini, misalkan yang menyebabkan koruptor dana desa sulit dihukum, atau oknum yang memanfaatkan para penjahat itu untuk menguras dana desa di Aceh Timur,” ujar Ronny, Jumat, (20/5/2022).

Aktivis HAM Aceh itu berpendapat bahwa kegiatan seperti itu memang lebih tepat digelar bagi para terduga, tersangka atau koruptor dana desa di Aceh Timur yang jumlahnya diperkirakan cukup banyak, bahkan bimtek bagi maling – maling besar, terutama yang sudah divonis bersalah oleh pengadilan, sehingga bisa dijadikan pegiat anti korupsi, ibarat mekanisme rehabilitasi bagi napi narkoba agar dapat menjadi pegiat anti narkoba disaat atau setelah ia menjalani hukuman.

Baca Juga:  SE Mendagri, Instruksikan Satpol PP Harus Humanis

” Jadi dengan bimtek itu, mereka bisa sadar dari yang tadinya maling, tapi bisa dirubah jadi anti korupsi bahkan bisa mempengaruhi orang lain supaya tidak jadi maling atau rampok, menurut saya itu lebih tepat dan bermanfaat bagi upaya penyelamatan uang negara dan pembangunan karakter, ketimbang bikin acara miliaran hampir setiap tahun, tapi outputnya tidak jelas, lalu yang untung siapa?” sebut Ronny yang dikenal paling cadas mengkritik pemerintahan Aceh Timur selama ini.

Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu mengaku bahwa dirinya ingin mencoba lebih objektif dan realistis menilai pentingnya kegiatan – kegiatan semacam itu, agar kedepannya dilaksanakan lebih efektif dan efesien terutama dari sisi anggaran yang kini terkesan berbau KKN.

” Kalau saya secara pribadi bukan kontra secara membabi-buta pada kegiatan seperti itu, tapi keberatan kita adalah iurannya masih jauh tidak wajar, masak Rp.10- Rp.20 juta per desa, misalkan 1atau 2 jutaan per desa mungkin masih bisa dimaklumi, tapi ini kesannya berlebihan, padahal rakyat miskin di desa – desa jauh lebih membutuhkannya, gini – gini, saya dulu di luar Aceh pernah bertahun jadi EO artis ibu kota, jadi tahu betul cara hitung real budget dan keuntungan sebuah event,” tegas putera Idi Rayeuk, Aceh Timur itu.

Baca Juga:  Anggota DPR RI Jangan Hanya Cari Suara dan Keuntungan di Aceh Timur

Ronny juga mempertanyakan selentingan kabar tak sedap di seputar pelaksanaan bimtek dari tahun sebelumnya hingga ke saat ini di Aceh Timur, soal adanya dugaan bagi – bagi dana desa di kegiatan itu dengan cara diam – diam dan tidak wajar.

” Apakah benar itu, kami mendengar kabar, duit desa yang dikumpulkan itu yang mungkin jumlahnya miliaran, malah dibagi – bagi ke oknum – oknum tertentu, dalam jumlah ratusan juta, bahkan jadi rebutan? dan diduga ada calo atau tukang baginya lagi, maksudnya apa itu? ini perlu dicek kebenarannya, karena pada tahun sebelumnya ada seperti itu, koq malah dibagi – bagi itu dana desa di luar desa,”? tanya Ronny.

Dia berharap, kegiatan yang saat ini sedang berlangsung dapat dievaluasi dan dikoreksi bahkan dihentikan, jika dirasa terjadi banyak kejanggalan atau keanehan di dalamnya dan dinilai hanya merugikan uang negara.

Baca Juga:  Mendagri Lantik 9 Pj Gubernur, Berikut Daftarnya

” Penegak hukum tolong dicek kegiatan itu merugikan uang negara atau tidak, merugikan rakyat banyak atau tidak, apakah itu sesuai dengan selera kebijakan Presiden Jokowi yang mengucurkan dana desa untuk rakyatnya? kemudian perlu dipertanyakan juga bimtek – bimtek sebelumnya yang Rp.20 juta/desa apa gunanya, sebenarnya kami dalam hati bertanya juga, apakah kami masih bisa berharap kepada penegak hukum soal dugaan penghambur – hamburan dana desa di Aceh Timur ini? atau tidak ada lagi hukum untuk itu, kenapa penegak hukum diam saja?” ujar Ronny

Dia juga kembali mengaku heran atas sikap Bupati dan DPRK Aceh Timur, yang kembali hanya diam saja atas apa yang sedang terjadi seperti tahun – tahun sebelumnya.

“Ini ada apa, koq ada dugaan penghambur – hamburan uang
desa, masyarakat sudah heboh, tapi koq mereka malah diam saja seperti tahun – tahun sebelumnya, apa itu tidak aneh? memangnya ada apa dengan mereka, apa gunanya mereka di sana, atau apakah mereka ada kecipratan laba juga?” pungkas Alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar