Award Winners

Membangun Keshalehan Sosial

Membangun Keshalehan Sosial
M. Sanusi Madli  
Penulis
|
Editor

Oleh M. Sanusi Madli

“Ramadhan merupakan bulan momentum membangun keshalehan sosial seseorang, semoga Ramadhan ini menjadikan kita benar benar sukses dalam mendidik diri dan sosial”

Harian Reportase — Alhamdulillah, Allah masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua untuk menjalani ibadah puasa beserta amal baik lainnya dalam keadaan sehat wal’afiat, betapa banyak orang yang ingin beribadah dibulan yang penuh berkah ini, namun sudah dipanggil Oleh Yang Maha Kuasa.

Puasa ramadhan merupakan ibadah yang sangat istimewa, Hikmahnya bersifat multidimensional, bukan hanya untuk mewujudkan keshalehan pribadi (Individual) namun juga untuk membentuk keshalehan sosial.

Ada beberapa dimensi dari ibadah puasa yang bertujuan untuk membentuk keshalehan sosial, yang pertama, esensi dari puasa adalah menahan lapar dan haus.

Ini sebagai sarana agar kita dapat merasakan lapar dan haus sebagaimana yang dirasakan oleh orang orang yang lapar, orang orang fakir miskin, orang orang yang berada didaerah konflik, ditempat tempat pengungsian dibelahan dunia, didaerah miskin yang krisis pangan, rasa itu bahkan menjadi rutinitas yang selalu mereka rasakan, bukan hanya disiang hari, dimalam hari juga mereka merasakan lapar dan haus.

Dengan berpuasa, kita dapat merasakan penderitaan yang mereka rasakan, sehingga rasa empati itu muncul, terutama empati terhadap fakir miskin yang ada disekitar kita, rasa empati sulit lahir bila kita tidak pernah merasakan lapar dan haus sebagaimana yang mereka rasakan.

Karena itu, Rasulullah SAW menolak bukit emas yang ditawarkan oleh Malaikat Jibril AS dengan berkata “Biarlah aku kenyang sehari dan lapar sehari.” Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah ingin merasakan lapar dan haus setiap selang sehari, sehingga rasa empati itu selalu hadir dalam dirinya.

Yang kedua, esensi dari puasa adalah Menjaga lisan, karena lisan dapat menggugurkan pahala puasa, hal ini sebagaimana hadist Rasulullah SAW “Ada lima perkara yang dapat membatalkan pahala orang yang berpuasa, yaitu berdusta, berghibah, mengadu domba, bersumpah palsu dan memandang dengan syahwat.” (HR. Ad-Dailami).

Lisan yang tidak terjaga dengan baik dapat merusak nilai nilai sosial, ketentraman masyarakat dapat terganggu dan berpeluang menciptakan rasa sakit hati antar sesama, ketersinggungan antar ummat bahkan dapat menimbulkan konflik dan pertikaian.

Menjaga lisan juga sebagai sarana dalam menciptakan keshalehan sosial, sehingga dengan lisan yang terjaga dapat menciptakan ketentraman dilingkungan masyarakat, tidak ada yang berdusta, menghibah (menggunjing), memfitnah orang lain, tidak mengadu domba, tidak berkata kasar atau kata kata yang dapat menyakiti perasaan orang lain.

Baca Juga:  9 Realita Kematian

Bila kita mampu menjaga lisan, maka pahala puasa akan kita peroleh, namun bila hal ini tidak mampu kita jaga, maka Allah tidak akan menerima pahala puasa kita, Lisan yang baik akan menciptakan ketentraman dimasyarakat, persoalan sosial bisa diselesaikan dengan lisan yang baik, demikian sebaliknya, persoalan sosial akan muncul bila lisan tidak dijaga dengan baik.

Yang ketiga adalah Anjuran memperbanyak sedekah.

Bulan ramadhan merupakan  bulan yang sangat dianjurkan untuk bersedekah dengan berbagai imbalan yang Allah berikan, Rasulullah SAW adalah yang paling dermawan, namun pada bulan Ramadhan beliau lebih dermawan lagi sehingga diumpamakan lebih cepat dari angin berhembus.

“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari)

Diibaratkan melebihi angin yang berhembus karena Rasulullah SAW sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat.

Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari, Angin yang berhembus dalam hadist juga mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah SAW memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus, sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus secara terus-menerus.

Sedekah juga dapat menghapus dosa, sebagaimana Hadist Riwayat Tirmidzi “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.”

Dalam beberapa riwayat disebutkan, orang yang bersedekah akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah sebagai amal kebaikan, namun khusus amalan sedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan lagi sesuai kehendak Allah, Allah yang menentukan sendiri ganjaran untuk orang orang yang bersedekah dibulan Ramadhan, dengan berlipat lipat ganda.

Dengan berbagai hikmah dan pahala yang diberikan Allah kepada orang orang yang rajin bersedekah dibulan ramadhan, tentu ini akan menjadi sarana dan motivasi tersendiri bagi orang orang yang berpuasa untuk bersedekah, sehingga melahirkan jiwa yang mudah berbagi dan memiliki sifat dermawan.

Baca Juga:  Prodi Matematika Unsam Langsa Gelar Project Based Learning

Karena itu, puasa juga dapat menjadi momentum membentuk keshalehan sosial seseorang, melahirkan insan yang dermawan, mudah berbagi antar sesama.

Yang keempat, Budaya berbuka puasa bersama.

Di Aceh, Indonesia bahkan dunia pada umumnya, buka puasa bersama menjadi tradisi yang selalu hadir disaat bulan suci ramadhan, baik itu antar komunitas, alumni maupun dilingkungan masyarakat.

Sebagai contoh, di desa desa di Aceh masih ada tradisi berbuka bersama di Menasah atau Masjid dengan menu hasil sumbangan masyarakat, biasanya mendapat giliran setiap kepala keluarga untuk menyumbang menu berbuka sesuai kemampuan, kemudian dimakan secara bersama sama dengan menu yang berbeda beda setiap harinya, sesuai kemampuan penyumbang.

Tradisi mulia ini paling tidak memiliki tiga hikmah, pertama menguatkan nilai persatuan dan kesatuan masyarakat, kedua, mendapatkan pahala orang yang berpuasa, sebagaimana hadist Rasulullah SAW “Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi).

Ketiga, menimbulkan rasa kebersamaan dalam menikmati hidangan berbuka, baik sikaya maupun simiskin, semuanya menikmati hidangan dengan menu yang sama, hal ini dapat menguatkan keakraban dan hubungan sosial dalam masyarakat.

Tradisi memberi hidangan berbuka kepada orang yang berpuasa juga dapat menjadi sarana dalam membentuk keshalehan sosial, imbalan dan ganjaran yang diberikan oleh Allah sebagai dorongan dan motivasi bagi kita untuk terus berbagi sesama.

Yang Kelima, Kewajiban membayar zakat

Pada penghujung puasa, kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Kewajiban ini seakan melengkapi dimensi sosial dari ibadah puasa. Karena, tanpa zakat, pahala puasa kita belum sampai kepada Allah.

Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang berpuasa, tidak ada pengecualiaan, zakat ini nanti akan disalurkan kepada orang orang mustahik yang berhak menerimanya, sehingga mereka sedikit tidak dapat menikmati hari kebahagiaan, yakni idul fitri.

Yang Keenam, Saling mema’afkan.

Tujuan dari puasa adalah melahirkan insan yang bertaqwa, insan yang terbebas dari api neraka, syarat terbebas dari api neraka adalah mendapatkan Ampunan dan Rahmat Allah dan Mendapatkan kema’afan dari manusia.

Allah tidak akan mengampuni dosa dosa yang berkaitan dengan manusia, karena itu, manusia harus saling memaafkan, dan Allah memberi ganjaran tersendiri bagi orang orang yang pema’af dan berlapang dada, Sebagaimana Firman Allah dalam surat An Nur ayat 22.

Baca Juga:  Sanusi Madli Sampaikan Ucapan Selamat Kepada Kapolda Aceh Yang Baru

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Mema’afkan memang berat, tapi itu harus dilakukan oleh orang orang yang berpuasa, mema’afkan meskipun orang yang memiliki kesalahan tidak atau lupa meminta maaf, dan Allah akan memuliakan orang yang memiliki sifat pemaaf dan menjadikannya bagian dari ahli surga.

Seshaleh apapun kita, kalau menyakiti dan menzhalimi orang lain tanpa hak, maka Allah tidak akan meridhai kita, artinya Allah tidak membuka ma’af Nya sebelum kita mendapatkan kema’afan dari orang yang kita sakiti.

Karena itu, sebisa mungkin kita mengingat kembali atas kesalahan yang pernah kita perbuat terhadap orang lain, lalu minta ma’af lah, kita juga membuka pintu ma’af selebar lebarnya kepada siapapun yang telah menzhalimi, menyakiti perasaan kita, mudah mudahan apa yang kita lakukan terhadap orang lain, orang lainpun melakukan hal yang sama terhadap kita, sehingga kita dan saudara kita terbebas dari beban dosa tersebut.

Mema’afkan tidak akan mengurangi kewibawaan seseorang, malah Allah tambahkan kewibawaan itu, sebagaimana Hadist Rasulullah, SAW “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim).

Semoga kita menjadi insan yang bertaqwa sebagaimana tujuan Allah memerintahkan orang orang yang beriman untuk berpuasa, dan semoga kita terhindar dari golongan orang orang yang berpuasa namun hanya mendapatkan haus dan dahaga saja.

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath-Thabrani).

Semoga melalui momentum puasa ini dapat membentuk keshalehan sosial pada diri kita, sehingga kita menjadi insan yang bermanfaat bagi ummat manusia.

Wallahu’alam…

Penulis adalah Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh. Alumni PPI Darul ‘Ulum, Cab. Abu Tanoh Mirah, Buloh Blang Ara, Aceh Utara.

Sumber : Harian Rakyat Aceh

Bagikan:

Tinggalkan Komentar