Award Winners

Pentingnya Sifat Tawadhu

Pentingnya Sifat Tawadhu
Pimpinan Dayah Daruzzadin, Aceh Besar, Dr Tgk Abdurrazak Lc,  
Penulis
|
Editor

Aceh Besar, HARIANREPORTASE.com – Pentingnya Sifat Tawadhu, demikian tema khutbah jum’at 19 Mei 2023 bertepatan dengan 28 Syawal 1444 H yang akan disampaikan oleh Pimpinan Dayah Daruzzadin, Aceh Besar, Dr Tgk Abdurrazak Lc,  di Masjid Baitul Makmur, Kemukiman Sungai Makmur, Kecamatan  Blang Bintang.

Sifat tawadhu menjadi penting untuk mengubur sifat sombong yang kerap kali bergelora dalam diri manusia.

Tawadhu penting juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungan kepada Allah Swt maupun kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, meliputi manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya.  Lawan dari tawadhu adalah sombong.

Abdurrazak  menjelaskan, sombong adalah pangkal berbagai macam sifat tercela lainnya. Kita tentu hafal betul kisah iblis yang menolak bersujud dalam rangka menghormati Nabi Adam AS. “Itu tidak lain, karena kesombongan makhluk terlaknat tersebut. Pasalnya, iblis merasa lebih baik karena diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam AS diciptakan dari tanah,” ujarnya.

Imam al-Ghazali dalam kitabnya Bidayatul Hidayah menegaskan, bahwa merasa lebih baik dari makhluk lain adalah bentuk kesombongan. Karenanya, seorang muslim harus meyakini bahwa sesungguhnya yang terbaik di sisi Allah Swt itu adanya di akhirat kelak. Hal demikian tentu saja tidak berada dalam jangkauan kita sebagai manusia biasa.

Baca Juga:  Dewan Dakwah Aceh Merasa Kehilangan

Menurut Abdurrazak, seorang muslim  harus memiliki keyakinan bahwa orang lain itu lebih baik dari kita. Jika dalam pandangan mata terlihat buruk, kita tidak dapat menganggap keseluruhannya demikian. Setiap manusia pasti memiliki sisi yang baik.

“Dengan keyakinan demikian, perasaan tidak lebih baik dari orang lain, maka kita akan berusaha untuk terus memperbaiki diri, berintrospeksi, mencari kesalahan diri agar tidak lagi mengulanginya di kemudian hari dan menggantinya dengan sikap dan laku yang baik,” ujarnya.

Abdurrazak  menambahkan, seorang muslim tidak perlu mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi justru mencari dan menemukan kebaikannya untuk kita tiru, teladani sebaik mungkin, sehingga kita bukan saja terhindari dari perilaku buruk, tetapi justru melampaui hal tersebut, yakni dengan berlaku baik.

Baca Juga:  Beasiswa Indonesia Maju untuk Siswa SMA, Berikut Informasinya

Oleh karena itu, kata Abdurrazak, penting bagi kita menerapkan sikap tawadhu dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, orang tawadhu adalah hamba Allah Swt yang utama. Hal ini ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 63 sebagai berikut:

Artinya: Adapun hamba-hamba (utama) Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan salam.

Imam Abu Ishaq Ats-Tsa’labi dalam kitabnya, Al-Kasyfu wal Bayan fi Tafsiril Qur’an menjelaskan, bahwa hamba yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah hamba utama, yakni orang yang tawadhu, rendah hati. Bahkan, jika ada orang yang “mengkhutbahi”, menasihati dengan kata-kata yang justru tidak membuatnya nyaman, orang tersebut tetap menjawabnya dengan doa keselamatan.

Dalam tafsir lain, Ibnu Hayyan mengatakan, bahwa hamba utama itu menjawab dengan perkataan yang menyelamatkannya dari dosa. Meskipun diperlakukan dengan tidak baik, sikap tawadhu menghindarkan manusia dari dosa-dosa berupa perilaku buruk yang serupa atau bahkan lebih sebagai balasan kepadanya.

Baca Juga:  Sambut Idul Adha, Pemerintah Aceh Gelar Pasar Murah di Seluruh Aceh

“Kita justru akan menjawab perlakuan itu dengan kebalikannya, yaitu dengan mendoakan keselamatan, tetap menjaga etika dan akhlak kita, baik secara perbuatan maupun perkataan,” kata anggota MPU Aceh Besar ini.

Nabi Muhammad SAW bersabda sebagaimana dicantumkan Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab Lubabul Hadits, “Tawadhu merupakan bagian dari akhlaknya para Nabi, sedangkan sombong adalah akhlaknya orang-orang kafir dan para Firaun.”

Oleh karena itu, dengan bertawadhu, sesungguhnya kita tengah menjalankan salah satu akhlaknya para Nabi. Semoga kita dapat senantiasa menjalankan sikap demikian ini, meskipun mungkin akan sulit diterapkan karena beragam hal, mulai merasa diri pintar karena berprestasi, merasa lebih dekat dengan Allah karena selalu berjamaah di masjid, misalnya, dan sebagainya.

“Sifat tawadhu haruslah kita latih, sedikit demi sedikit, insya Allah, kita akan terbiasa bersikap demikian,” pungkas Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry ini.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar