Award Winners

Percakapan di Kereta Bawah Tanah (NYC Subway)

Percakapan di Kereta Bawah Tanah (NYC Subway)
Dr. Muhammad Shamsi Ali,L.c.,M.A (Doc: Harian Reportase)  Harian Reportase
Penulis
|
Editor

Oleh Imam Shamsi Ali

Harian Reportase — Sebagaimana hari-hari biasanya, hari ini saya kembali mengambil Subway (kereta bawah tanah) menuju kantor di kawasan pusat kota Manhattan. Biasanya jika sempat dalam perjalanan yang memakan waktu hingga 40 menitan itu saya pakai untuk menulis, mempersiapkan materi ceramah, atau jika mendapat tempat duduk yang baik dan memang lelah saya pakai untuk istirahat.

Tapi pagi ini ketika saya sedang menulis, menyiapkan materi tafsir untuk malam nanti, di samping saya ada seseorang wanita muda dengan pakaian yang rapih. Nampak sekali-sekali melirik ke HP yang saya pakai menulis. Nampaknya tertarik dengan tulisan bahasa Arab (ayat Al-Quran) yang akan saya bahas malam nanti.

“Sorry, can I ask you a question?, sapanya.
“Yes of course” jawab saya.
“Is that Arabic writing” (apakah itu tulisan Arab?), tanyanya.
“Yes it’s right. Do you like it?” (Benar. Anda suka?), tanya saya pura-pura.

Dia diam sejenak. Tapi kemudian menyambung. “I think you are a Muslim right?” (Barangkali anda Muslim bukan?), tanyanya lagi.
“Yes i am” (benar, saya Muslim), jawab saya singkat.

Saya kembali meneruskan persiapan materi tafsir saya. Tapi nampaknya Sekali-sekali dia masih melirik ke tulisan saya. Karenanya saya khawatir jangan-jangan ada yang dicurigai. Untuk itu saya yang justeru bertanya: “is there anything surprises you with the writing?” (Adakah yang mengejutkan anda dengan tulisan ini?

Sambil tersenyum tersipu dia menjawab: “oh no. It’s just looking great” (oh tidak. Hanya nampak indah).

Saya kemudian mencoba menetralisir, jangan-jangan memang tulisan Arab ini menimbulkan sesuatu yang mencurigakan. Maklum kesalah pahaman terhadap Islam masih sangat tinggi. Dan Islam selalu diidentikkan dengan hal-hal yang berbau Arab.

Baca Juga:  SIGA4P Aceh Deklarasi Dukung Anies, Ini Alasannya

“You may’ve wanted to know what this writing is all about” (barangkali anda ingin tahu tentang tulisan ini?), saya mulai menjelaskan.

“These are verses from the holy Qur’an, the Holy Book of the Muslims. We read it from its original language, Arabic. Our Holy Book is preserved in its original language”.

Singkatnya saya ingin sampaikan bahwa yang dia lihat di HP saya adalah Al-Quran dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Dan Al-Quran itu terjaga dalam bahasa aslinya.

Saya lihat wajahnya serius. Tapi menampakkan senyuman seolah mengapresiasi apa yang saya sampaikan. Tiba-tiba meminta kalau dia ingin melihat apa yang saya tulis. “Can I see it?” (Boleh saya lihat?).

Tanpa berpikir apapun saya perlihatkan. Toh dia juga tidak paham karena tulisan saya itu berbahasa Indonesia. Hanya ayat-ayat Al-Quran saja yang berbahasa Arab.

“It looks beautiful” (terlihat cantik), ungkapnya.
“But why Muslims don’t like people?” (Tapi Kenapa orang-orang Islam tidak suka orang?). Maksudnya orang lain atau non Muslim.

“It’s not true. Am I not a Muslim? I am talking to you right? Do you think I hate you?” (Nggak benar. Saya Muslim bukan? Dan saya bicara ke anda kan? Menurut anda saya membencimu?), tanya saya.

Dia kembali tersenyum. Tapi dia kembali menyambung. “How about Muslims don’t respect women?” (Bagaimana tentang orang-orang Islam tidak menghormati wanita?).

“Where did you learn and read about that?” (Di mana anda pelajari atau membaca tentang itu?), tanya saya.

“Taliban do that” (Taliban melakukan itu), jawabnya.

“But where did you get the info about Taliban?” (Dari mana anda dapat informasi mengenai Taliban?), tanya saya

Baca Juga:  AirAsia Indonesia Hentikan Penerbangan hingga 6 September 2021

“News” (media), jawabnya singkat.

“Listen, religion or Islam can not be learned or taken from the media”, (dengarkan. Agama atau Islam tidak bisa dipelajari atau diambil dari media), kata saya.

“Any religious belief has its original source” (agama apa saja pasti ada sumber aslinya).

“Al-Qur’an and Prophet Muhammad teachings are Islam’s original sources. Not CNN or Fox News” (Quran dan Sunnah adalah sumber Islam. Bukan CNN atau Fox News), jelas saya.

“But what is about Shariah? Stonning the women, chopping peoples hands” (Tapi bagaimana tentang Syariah? Merajam wanita, potong tangan…), seolah ingin membenarkan jika Islam itu sangat menakutkan.

Sambil menarik nafas dalam-dalam saya mencoba memikirkan kira-kira bagaimana cara menjawabnya dengan singkat tapi mengena (direct to the point). Pertanyaan ini bukan baru. Jawaban yang diberikan juga telah banyak dan bermacam-macam. Jadi saya coba pikirkan cara lain yang singkat tapi mengena.

“I am sure you are an American. You know the constitution, right?” (Saya yakin anda orang Amerika. Anda tahu Konstitusi Amerika bukan?”, saya mulai.

Dia nampak mengangguk tapi tidak menjawab.

“If I said to you that the US constitution is about killing…because of the capital punishment in some states. Do you think I am just to it?” (Kalau saya katakan bahwa Konstitusi Amerika itu adalah membunuh karena adanya hukuman mati di beberapa negara bagian. Apakah saya adil dengan Konstitusi Amerika?”.

Dia nampak menggelengkan kepada sambil tersenyum. Nampaknya setuju dengan saya.

“Shariah law is Islamic laws. It’s constitutes faith, rituals, behaviors or characters, and of course criminal codes”, (Shariah itu adalah Hukum Islam. Memcakup masalah iman, ibadah, akhlak dan tentunya juga masalah hukuman kriminal”.

Baca Juga:  Pemerintah Aceh Distribusikan Vaksin PMK ke 6 Kabupaten/Kota

“My belief in God is a part Shariah. I pray five times is also shariah. I do smile to you is because of my shariah. And if I stole your money I deserve to be punished” (saya beriman kepada Allah itu syariah. Saya Sholat 5 waktu itu Syariah bagi saya. Saya tersenyum ke anda kita itu Syariah. Dan kalau saya mencuri uang anda saya Pastinya dihukum”, jelas saya.

“So it’s unjust to Shariah to judge it for its criminal code only” (Jadi sangat tidak adil ke Syariah ketika anda menilainya hanya dari sudut hukuman).

“Punishment happens when the law is violated” (hukuman terjadi ketika hukum dilanggar). “Not because of the law itself” (bukan karena hukum itu sendiri).

Saya ingin menjelaskan bahwa Sesungguhnya yang harus ditakuti itu bukan Syariahnya. Tapi pelanggaran kepada Syariah yang membawa kepada konsekwensi hukuman. Dan ini berlaku kepada semua hukum yang ada. Bahkan juga pada hukum-hukum buatan manusia.

Wanita itu nampak diam. Tapi sekali-sekali mengangguk dan tersenyum. Nampak ada kepuasan, minimal dia telah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mungkin selama ini mengganjal di benaknya.

Tanpa terasa saya tiba di station lain untuk ganti kereta. Tak lupa saya ucapkan terima kasih karena memberikan kesempatan kepada saya untuk berbuat baik.

Adakah kebaikan lebih dari menuntun seseorang dari pemahaman yang salah?

NYC Subway, 21 Oktober 2021

Presiden Nusantara Foundation

Bagikan:

Tinggalkan Komentar