Award Winners

Sejarah dan Makna Semboyan Tut Wuri Handayani

Sejarah dan Makna Semboyan Tut Wuri Handayani
Tut Wuri Handayani. (Dokumen: Istimewa)  
Penulis
|
Editor

HARIANREPORTASE.com — Tut Wuri Handayani merupakan semboyan Pendidikan Nasional yang berasal dari bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara.

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggai 2 Mei, merupakan hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan Hari Pendidikan Nasional 2023 bertemakan “Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar”.

Pada tahun ini, bulan Mei dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar.

Berikut sejarah, arti, dan makna semboyan “tut wuri handayani”.

Ki Hadjar Dewantara

Ki Hajar Dewantara yang memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.

Ia merupakan keturunan bangsawan, yaitu anak dari Pangeran Suryaningrat dan cucu dari Sri Paku Alam III.

Suwardi Suryaningrat sudah banyak mendapatkan pendidikan sejak kecil.

Ia lulus dari Eurospeesche Lagere School (ELS) dan sempat melanjutkan ke Sekolah Dokter Bumiputera atau STOVIA meski tidak lulus.

Setelah dewasa, ia aktif menulis di surat kabar dan aktif sebagai anggota Budi Utomo.

Suwardi juga mendirikan Indische Partij pada 1912 bersama Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker yang kemudian dikenal dengan Tiga Serangkai.

Sayangnya, setahun kemudian, ketiga orang tersebut ditangkap Belanda.

Baca Juga:  Dayah Darul Quran Aceh Juara Turnamen Futsal Anak Bangsa Cup 2023

Waktu itu, Belanda berniat merayakan 100 tahun kemerdekaan mereka dari Perancis di Hindia Belanda.

Suwardi menulis “Als Ik Eens Nederlander Was” atau “Andai Aku Seorang Belanda” sebagai bentuk protes atas niat tersebut.

Ia lalu ditangkap dan menjalani pengasingan di Pulau Bangka.

Kedua rekannya yang protes mendapatkan hukuman serupa. Mereka dibuang ke Belanda.

Arti tut wuri handayani

Sepulang dari pembuangan, Suwardi mendirikan perguruan nasional bernama National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa).

Taman Siswa didirikan pada 3 Juli 1922.

Kemudian, pada 3 Februari 1928, Suwardi Suryaningrat mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Ia melepas gelar Raden Mas (RM) agar lebih dekat dengan rakyat.

Taman Siswa mengajarkan dasar-dasar kemerdekaan bagi masyarakat pribumi Indonesia yang berasal dari diri sendiri, bukan bantuan Belanda.

Lembaga ini selalu menekankan agar siswanya tidak bergantung kepada orang lain dan tetap berpegang teguh pada prinsip berdikari (berdiri di kaki sendiri).

Taman Siswa memiliki tiga semboyan, yaitu:

  • Ing Ngarsa Sung Tuladha: di depan memberi contoh
  • Ing Madya Mangun Karsa: di tengah membangun semangat
  • Tut Wuri Handayani: di belakang memberikan dorongan
Baca Juga:  BMA Salurkan Bantuan Pemberdayaan untuk 11 Muallaf di Aceh Tengah

Menurut Kemendikbud, tut wuri handayani berarti mengikuti dari belakang dengan memengaruhi. Maksudnya, anak tidak boleh ditarik dari depan. Biarkan anak-anak mencari jalannya sendiri. Ketika salah jalan, barulah si pamong atau orang dewasa boleh mengarahkannya kembali.

Logo tut wuri handayani

Selain menjadi semboyan Taman Siswa, tut wuri handayani ditetapkan sebagai semboyan untuk logo Kemendikbud.

Lambang ini juga terpasang di seragam sekolah. Hal ini tidak lepas dari penetapan Ki Hadjar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional dan tanggal lahirnya 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Dikutip dari Kemendikbud, menteri pengajaran pertama di kabinet Presiden Soekarno itu ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional ke-2 melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 305 Tahun 1959 pada tanggal 28 November 1959.

Sementara tanggal 2 Mei resmi menjadi Hari Pendidikan Nasional melalui Keppres No. 67 Tahun 1961 pada 17 Februari 1961.

Menteri Syarif Thayeb meresmikan logo tut wuri handayani sebagai lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 6 September 1977 melalui Kepmendikbud No. 0398/M/1977.

Dilansir dari dokumen Lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berikut uraian lambang tut wuri handayani.

Belencong Menyala Bermotif Garuda: Belencong (menyala) merupakan lampu yang khusus dipergunakan pada pertunjukan wayang kulit.

Baca Juga:  Ketua dan Anggota MUI/MPU Bebas Dari Unsur Partai, Ormas dan ASN

Cahaya belencong membuat pertunjukan menjadi hidup.

Burung Garuda (yang menjadi motif belencong): memberikan gambaran sifat dinamis, gagah perkasa, mampu dan berani mandiri mengarungi angkasa luas.

Ekor dan sayap garuda digambarkan masing-masing lima: “satu kata dengan perbuatan Pancasilais”.

Buku: merupakan sumber bagi segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Bidang segi lima (biru muda): menggambarkan alam kehidupan Pancasila.

Semboyan Tut Wuri Handayani: digunakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam melaksanakan sistem pendidikannya.

Pencantuman semboyan ini berarti melengkapi penghargaan dan penghormatan kita terhadap almarhum Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya telah dijadikan Hari Pendidikan Nasional.

Warna Warna putih pada ekor dan sayap garuda dan buku: berarti suci, bersih tanpa pamrih.

Warna kuning emas pada nyala api: berarti keagungan dan keluhuran pengabdian.

Warna biru muda pada bidang segi lima: berarti pengabdian yang tak kunjung putus dengan memiliki pandangan hidup yang mendalam (pandangan hidup Pancasila).

Hingga saat ini, semboyan tut wuri handayani dari Ki Hadjar Dewantara terus menjadi semboyan pendidikan di Indonesia. (kompas.com)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar