Award Winners

Legalisasi Ganja Sebagai Upaya Pembaharuan Hukum

Legalisasi Ganja Sebagai Upaya Pembaharuan Hukum
Foto Ilustrasi. (Dok: Ist)  
Penulis
|
Editor

Oleh Dini Ayu Shafira

“Legalisasi ganja untuk keperluan medis dapat memenuhi nilai-nilai keadilan dan kemakmuran dalam masyarakat, Legalisasi ganja juga sebagai upaya pembaharuan hukum”


Ganja dengan bahasa latin Cannabis Sativa merupakan tumbuhan budidaya yang menghasilkan serat, akan tetapi lebih dikenal dengan Psikotropika karena memiliki kandungan zat Tetrahidrokanabinol sebagai senyawa kimia utama yang membuat seseorang jika memakainya mengalami euforia ataupun rasa bahagia yang berlebihan dan berkepanjangan.

Penyalahgunaan pemakaian Ganja sangat berpengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun psikis (mental). Seseorang yang kecanduan Ganja dapat menimbulkan gangguan psikotik yang menjadikan pemakainya menjadi kesulitan untuk membedakan antara imajinasi dan realita.

Di Indonesia sendiri, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menerangkan bahwa Ganja merupakan Narkotika golongan I.

Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN, pada tahun 2019 mempunyai prevalensi sebesar 1,80 persen. Lalu pada tahun 2021 prevalensinya sekitar 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Terdapat total dari rentang usia 15-64 tahun, ada sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah menggunakan Narkoba.

Namun dibalik pandangan Negatif terhadap Ganja, ternyata Ganja merupakan salah satu jenis narkotika yang memiliki manfaat dalam dunia medis. Namun sayangnya di Indonesia penggunaan ganja sebagai bahan pengobatan tidak diperbolehkan. Padahal Ganja memiliki manfaat untuk medis dalam mengatasi masalah antara lain pengobatan glaukoma, penyakit paru-paru, epilepsi, insomnia, gejala stres, depresi ringan dan berat, kanker, nyeri kronis, gangguan kejiwaan, alzheimer, kondisi kulit, dan diabetes. (Agung Zulfikri :2022).

Ganja bisa digunakan untuk beberapa sakit jenis opioid dan kelas-kelas lain dari obat berdosis tinggi yang berbahaya. Para pakar dari perusahaan farmasi Smith Kline and French Clinical di Amerika Serikat menjelaskan narkoba sebagai zat-atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan. Hal ini dikarenakan zat tersebut bekerja dan mempengaruhi sususan saraf sentral. Kemudian narkoba bersifat legal selama penggunaannya didasarkan atas kebutuhan medis dengan didahului oleh resep dokter terlebih dahulu serta dalam pengawasannya. Hal tersebut diperlukan karena efek yang terjadi dari penggunaan narkoba sangat kompleks, tidak hanya berdampak kepada fisik tetapi juga dapat berdampak terhadap psikis. (Indah Woro Utami dan Nur Arfiani : 2022)

Beberapa negara di dunia telah melegalkan ganja sebagai bahan untuk pengobatan. Dilansir dari CNN Indonesia, terdapat sembilan negara yang telah melegalkan penggunaan ganja yakni: Canada, Italia, Argentina, Australia, Meksiko, Uruguay, Afrika Selatan, Belanda dan Jerman.

Sementara itu Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Arianti Anaya menyatakan tanaman ganja di Indonesia pada saat ini masih  bersifat merugikan dari pada mendatangkan manfaat bagi penggunanya.

Baca Juga:  Kakak Beradik dari Rumah Qur'an Al Amzar Raih Juara I FASI Aceh Timur

Lebih lanjut dijelaskannya bahwa kasus sitaan ganja masih tinggi karena banyak disalahgunakan oleh berbagai  oknum untuk digunakan sebagai rekreasi atau penggunaan yang bersifat rekreasional sehingga menyebabkan angka kematian penggunannya berakibat tinggi.

Ganja dan produk turunannya saat ini masih dimasukkan dalam bahan yang dilarang untuk digunakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pengendalian ganja yang dimanfaatkan untuk pengobatan hanyalah sementara dan jangka pendek saja. Oleh karena itu, manfaatnya tidak sebanding dengan risiko yang akan ditanggung ke depan.(MKRI)

Apabila tanaman ganja dilegalkan maka kemungkinan timbul permasalahan dari berbagai macam aspek, seperti salah satunya yaitu aspek sosial, pada lingkungan sosial khususnya pada generasi muda dapat memberikan dampak negatif yang sangat besar, kemudian, apabila banyak generasi muda yang mengonsumsi ganja, maka akan memberikan efek pengaruh yang besar dan menyebabkan hancurnya generasi muda Indonesia.

Salah satu dampak yang akan dialami oleh  generasi muda apabila menggunakan ganja adalah generasi muda akan menjadi malas. Tidak hanya dilihat dari aspek sosial, dilihat dari aspek keamanan dan ketertiban  masyarakat, tanaman ganja mampu mendorong seseorang yang telah ketergantungan untuk melakukan tindakan pidana seperti tindakan kriminal, membunuh, mencuri, dan kekerasan lainnya yang dapat dilakukan demi mendapatkan ganja. (Firda Zahra dan Taun : 2023)

Legalisasi Ganja

Terdapat perbedaan pendapat mengenai legalisasi ganja untuk pengobatan, disatu sisi terdapat pihak yang mendukung legalisasi ganja karena memang sudah teruji akan khasiatnya terhadap kesehatan, namun disisi yang lain menolak legalisasi ganja karena hanya berkhasiat dalam jangka pendek dan sangat berpotensi disalahkan gunakan oleh kaum muda.

Adanya polemik mengenai legalisasi ganja untuk pengobatan masih dalam perdebatan yang alot, meskipun telah didukung dengan hasil penelitian medis dari berbagai pihak, ternyata anjuran tersebut tidak direspon oleh pemerintah, dan dianggap lebih tepat dilarang digunakan untuk kepentingan medis.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan, narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemudian di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan: Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Penjelasan Pasal 6 Ayat 1 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan: Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi.

Ganja adalah narkotika golongan I, maka dari itu ganja tidak dapat dipakai untuk aktifitas kesehatan dan dianggap memiliki potensi yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan ketergantungan bagi pengguna. (Firda Zahra dan Taun: 2023). Sanksi pidana terhadap penggunaan narkotika golongan I diatur pada Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang  Narkotika, yang menyatakan:

  1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
  2. Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Baca Juga:  Syarat, Cara Cek, dan Cara Daftar Penerima BLT BBM dan BSU 2022

Secara normatif, telah jelas bahwa saat ini pengguna ganja masih suatu yang ilegal dalam dunia medis, sehingga bagi siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut akan diberikan sanksi pidana, namun hal ini bukan berarti mutlak bagi pengguna ganja akan diberikan sanksi pidana. Karena  pengguna narkotika masih dapat diberikan upaua rehabilitasi. Hal ini merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi pengguna kembali seperti semula pada saat sebelum mengenal narkotika. Namun melihat hasil penelitian yang dilakukan penulis sependapat bahwa ganja merupakan narkotika yang dapat dimanfaatkan dalam dunia medis. Sehingga seharusnya ganja harus dilegalkan di dalam dunia medis.

Manfaat ganja dalam pengobatan medis yang sempat menjadi sorotan salah satunya adalah Ibu Dwi Pertiwi sebagai salah seorang ibu dari anaknya yang sedang sakit, menyatakan pernah memberikan terapi minyak ganja (cannabis oil) kepada anaknya yang menderita celebral palsy semasa terapi di Victoria, Australia, pada 2016 silam. Namun, setelah kembali ke Indonesia, Ibu Dwi Pertiwi menghentikan terapi tersebut karena adanya sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun  2009 Tentang Narkotika. Atas dasar tersebut Ibu Dwi Pertiwi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Perkara Nomor 106/PUU-XVIII/2020 ini dimohonkan oleh Dwi Pertiwi (Pemohon I); Santi Warastuti (Pemohon II); Nafiah Murhayanti (Pemohon III); Perkumpulan Rumah Cemara (Pemohon IV), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) (Pemohon V); dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) (Pemohon VI). Para Pemohon menguji secara materiil Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan. Hal ini dianggap merugikan hak konstitusional Pemohon karena menghalangi Pemohon untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak Pemohon. (MKRI)

Baca Juga:  Pemerintah Diminta Pertahankan Dana Otsus Aceh Tetap Dua Persen

Akan tetapi, dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menolak permohonan dari para pemohon. Sehingga penggunaan ganja untuk pengobatan medis tidak dapat dilakukan di Indonesia. Diperlukan suatu upaya pembaharuan hukum pidana dalam bidang kesehatan khususnya terhadap penggunaan narkotika golongan I berupa ganja. Dalam hal ini peranan hukum dalam menertibkan kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan. Karena hukum dengan sifat memaksannya dapat menjadi alat yang mendorong ke arah yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan upaya kebijakan hukum pidana.

Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal (criminal policy). Sebagai bagian dari politik kriminal, politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana. Menurut Hanafi Amrani menjelaskan, meskipun kebijakan hukum pidana pada umumnya untuk mengatasi masalah kriminal, namun dalam konteks lain kebijakan hukum pidana juga dapat menjadi sarana untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran dalam masyarakat.

Sudarto menjelaskan dalam menghadapi masalah kriminalisasi harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (Sudarto : 1977)

  1. Pembangunan hukum pidana harus melihat tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata dan spiritual berdasarkan pancasila, maka dari itu hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengukuhan atas tindakan penanggulangan tersebut, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat
  2. Perbuatan yang diusahakan dicegah harus merupakan perbuatan yang tidak kehendaki yakni perbuatan yang mendatangkang kerugian materil atau spiritual atas warga masyarakat
  3. Penggunaan hukum pidana harus mempertimbangkan prinsip biaya dan hasil
  4. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan kemampuan kinerja dari aparat penegak hukum yakni jangan sampai aparat penegak hukum kelebihan tugas.

Mengacu pada konsep Sudarto tersebut, maka sebagaimana dijelaskan dalam poin a, dalam rangka pembangunan hukum pidana harus mewujudkan masyarakat adil dan makmur, dalam konteks legalisasi ganja dalam dunia medis merupakan salah satu bentuk perwujudan keadilan masyarakat dan juga kemakmuran, karena banyak masyarakat yang membutuhkan penggunaan ganja untuk pengobatan medis. Sehingga dengan dengan di legalisasi ganja untuk keperluan medis dapat memenuhi nilai-nilai keadilan dan kemakmuran dalam masyarakat.  mengenai penyalaahgunaan ganja di kalangan anak muda tentunya hal ini menjadi tugas aparat Penegak Hukum dalam melakukan pengawasan dan Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, seperti contoh: pembelian ganja hanya melalui resep dokter dan pengawasan Dokter, Kemudian peredarannya diawasi oleh Pihak Kepolisian.

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. (HR)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar