Award Winners

LEMKASPA: Disdik Aceh Ingin Tutupi Kegagalan Dengan Pencitraan Kelulusan SNMPTN

LEMKASPA: Disdik Aceh Ingin Tutupi Kegagalan Dengan Pencitraan Kelulusan SNMPTN
Ketua LEMKASPA Aceh, Samsul Bahri, M.Si  
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, Harian Reportase — Ketua Lembaga Kajian Strategis dan Kebijakan Publik Aceh (LEMKASPA), Samsul Bahri merespon pencitraan Kepala Dinas Pendidikan Aceh (Kadisdik Aceh) yang menyatakan persententase kelulusan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) Siswa SMA/SMK Aceh Tertinggi nomor lima secara nasional setelah provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan kelima Aceh.

Menurutnya masyarakat Aceh telah membaca motif dibalik pencitraan yang menggunakan data kelulusan SNMPTN Siswa SMA / SMK Aceh untuk menutupi kegagalan.

“Perlu disampaikan bahwa data persentase kelulusan SNMPTN Aceh tidak untuk mengukur kualitas dan prestasi siswa (i) SMA/SMK Aceh lebih baik di bandingkan Provinsi DKI Jakarta dan Yogjakarta,” ujar Samsul

Samsul menyebutkan, suatu sikap kekonyolan jika disdik Aceh menjadikan data persentase kelulusan SNMPTN sebagai parameter untuk mengukur prestasi siswa Aceh lebih baik dibandingkan siswa Jakarta dan Jogyakarta.

“Itu mustahil dan bentuk kesesatan logic karena tingginya persentase kelulusan SNMPTN Siswa SMA/SMK Aceh lebih disebabkan oleh banyaknya Siswa Aceh yang memilih Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lokal Aceh dan kampus lain yang dinilai kurang persaingan dan mudah lulus, sedangkan DKI dan Yogyakarta sebaliknya,” lanjut Samsul

Seharunsya kadisdik Aceh memperbandingkan tingkat persentase kelulusan siswa Aceh dengan DKI Jakarta dan Jogjakarta, berapa persen siswa Aceh yang sanggup bersaing dan lulus pada kampus terbaik UI, ITB, ITS, IPB, UGM, Universitas Andalas serta kampus terbaik lainnya?.

Baca Juga:  Sikap Tegas Alhudri Terkait Vaksinasi Siswa Diapresiasi

“Nanti pasti didapati jawaban bahwa kebanyakan siswa DKI Jakarta dan Yogyakarta lebih memilih jurusan favorit yang diminati dan banyak persaingan sehingga wajar saja kecilnya persentase kelulusan SNMPTN karena harus bersaing dengan seluruh provinsi di Indonesia,” terang Samsul

“Akan tetapi jika diperbadingkan persentase kelulusan siswa Aceh dengan provinsi DKI Jakarta dan Yogyakarta maka Aceh sangat kecil persentase kelulusan,”  sebut Samsul.

Untuk itu, kadisdik Aceh diminta tidak menutupi kegagalan dengan pencitraan yang usang dan pernah dilakukan pada tahun sebelumnya (2021) yang kemudian di bongkar oleh Rektor USK, Prof Samsul Rijal.

Ketua LEMKASPA menerangkan, banyak program Disdik yang sampai hari ini gagal total diwujudkan, seperti ditargetkan 80% guru tersertifikasi pada tahun 2017, kenyataannya baru mencapai 42% hingga 2021.

Begitu juga dengan target membangun databes pendidikan rampung 2017, realitasnya hingga saat ini UPTD Telkomdik Aceh gagal membangun database pendidikan yang terintegrasi antara data Dapodik sekolah yang terkoneksi dengan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) web Kemendikbud-ristek.

Baca Juga:  Politisi Demokrat : Kadisdik Aceh Jangan Bertindak di Luar Batas

Begitu juga dengan Hasil Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) tahun 2020 dan 2021, publikasi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) secara berturut-turut menampilkan skor nilai rata-rata siswa Aceh kalah bersaing dengan siswa lain di Sumatra.

“Bahkan mutu pendidikan Aceh kian rendah sejajar dengan provinsi lain di kawasan timur Indonesia, seperti Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan sebagian provinsi di Sulawesi.

Padahal anggaran pendidikan Aceh tahun 2020 mencapai Rp. 3,2 Triliun dan kembali meningkat tahun 2021 sebesar Rp. 3.5 triliunan rupiah yang setara dengan total APBD Provinsi Bengkulu berkisar 3 triliunan,” urai Samsul

Ironisnya anggaran yang besar belum menjamin mutu pendidikan Aceh, mengingat capaian skor kelulusan siswa Bengkulu di posisi 18 secara nasional, sedangkan skor kelulusan SBMPTN siswa Aceh peringkat 26 dari 34 provinsi Indonesia.

Banyak hal yang menjadi sorotan kinerja dinas pendidikan Aceh yang akhirnya menimbulkan penolakan masyarakat, misalnya wacana pengadaan proyek videotron pada 2015 yang tidak relevansi dengan urusan perbaikan mutu pendidikan, pengadaan wastafel SMA/SMK lebih 40 Milyar tahun 2020 yang sarat persoalan hukum, dugaan proyek mobiler gagal bayar di tahun 2020 mencapai puluhan pilyar, serta pengadaan mobil disdik Aceh mencapai belasan milyar tahun 2022 yang menimbulkan pertentangan dan penuh kontroversial yang akhirnya menimbulkan kecurigaan public yang diurus disdik Aceh seolah bukan pendidikan tapi kecenderungannya lebih ke proyek “fulus” pendidikan.

Baca Juga:  Sanusi Madli Berduka Atas Ledakan Sumur Minyak di Ranto Peureulak

Lain lagi dengan kegagalan disdik Aceh untuk berkomitmen meningkatkan kesejahteraan guru, kenyataannya tingkat kesejahteraan tunjangan guru, kinerja kepala sekolah, pengawas di Aceh sangat rendah dari Provinsi Bali yang total anggaran pendidikan berkisar 1 Triliun terhitung per oktober 2019 berani menaikan tunjangan Kepala SMA/SMK mencapai 6, 25 Juta perbulan di bawah kepemimpinan Gubernur I Wayan Koster.

“Begitu juga DKI Jakarta yang ditingkatkan kesejahteraan guru golongan III/a sampai III/b dinaikan tukinnya sebesar 5.480.625 per bulan. Bahkan besaran tunjangan yang diberikan lebih besar dari gaji pokok yang diatur oleh Pergub DKI Jakarta Nomor 409 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Daerah. Untuk itu kita meminta Gubernur Aceh untuk segera mengevaluasi kinerja Disdik Aceh secara objektif, professional dan terukur sebagai akibat kegagalannya dalam mewujutkan pemerataan mutu pendidikan di Aceh,” ungkap ketua LEMKASPA Aceh.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar